Pages

Rabu, 28 Oktober 2015

PRINSIP-PRINSIP BELAJAR MENURUT ISLAM

PRINSIP-PRINSIP BELAJAR MENURUT ISLAM



Disusun Oleh :
Fitrah Astnal Mala                        12420005
Fatimah Azzahra Mutmainnah      12420007





JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Belajar merupakan kebutuhan setiap individu selama ia masih hidup dan masih memiliki kemampuan untuk belajar. Hal ini akan lebih menonjol lagi bagi mereka yang memiliki masa produktif untuk belajar secara berkelompok, sehingga menjadi suatu bukti, bahwa mereka tidak berdiri sendiri. Aktifitas belajar harus ditunjukan pada objek tertentu yang memberikan hasil, baik berupa penilaian atau penghargaan. Hal ini sebenarnya harus dimulai dari diri sendiri, yaitu mampu memberi penilaian dari apa yang ia lakukan dan juga mampu memberi penghargaan atas setiap hasil yang diperoleh sebelum orang lain melakukannya.
Ibn Miskawaih (1994: 41) meengatakan, bahwa setiap wujud mempunyai kesempurnaan dan tingkah laku khas yang tidak dimiliki oleh yang lain. Tidak mungkin sesuatu yang berbeda lebih cocok dengan tingkah lakunya selain dirinya sendiri. Ungkapan Ibn Miskawih ini menguatkan, bahwa setiap siswa memiliki gaya belajar sendiri dalam meraih ilmu pengetahuan, dan jika hal tersebut diarahkan maka akan berdampak baik pada siswa.
Proses belajar mengajar pada dasarnya merupakan proses interaksi antara guru dan murid, sedangkan sarana dan prasarana merupakan faktor penunjang. Untuk itu, selain dibutuhkan faktor guru yang kompeten dan berkepribadian, juga diperlukan faktor lain, yaitu faktor murid itu sendiri yang meliputi kematangan spiritual dan kecerdasan intelegensi. Dengan demikian, mutu hasil belajar sebagai produk dari proses belajar mengajar yang lazimnya diukur dengan hasil belajar, tidak hanya dipengaruhi oleh faktor murid, tetapi juga oleh faktir lainnya yang berada diluar pengaruh sistem pendidikan, yaitu faktor psikologis.
Banyak guru dan ahli psikologi yang berbeda pendapat tentang hakikat proses belajar secara eksak, tetapi terdapat prinsip belajar tertentu yang telah disepakati oleh ahli pendidikan pada umumnya. Guru sebagai pengelola  belajar siswa akan berhasil melaksanakan proses belajar siswa, melalui metode belajar yang didasarkan kepada apa yang diinginkan oleh siswa dan apa yang dipikirkan oleh guru tentang kebutuhan siswa. Dalam ajaran Islam, seorang pendidik harus memiliki cara mengajar yang baik. hal ini sesuai dengan sabda Nabi yang artinya: “Ajarilah mereka (siswa/mahasiswa/murid), permudahlah mereka; dan jangan biarkan mereka. Dan jika diantaramu ada yang membencimu maka lebih baik diam.” Dalam kaitannya dengan orang yang mencari ilmu, Nabi saw. telah bersabda: “Diriwayatkan dan Abu Darda r.a. katanya saya telah mendengar Rasululah saw. bersabda: Barang siapa yang merintis jalan mencari ilmu pengetahuan, maka Allah akan memudahkan baginya jalan surga. [1]


B.     Rumusan Masalah
                              1.            Jelaskan perspektif islam mengenai belajar!
                              2.            Apa prinsip-prinsip belajar menurut islam?
                              3.            Apa tujuan belajar dan arti pentingnya menurut islam
                              4.            Bagaimana konsep belajar menurut pakar pendidikan islam?


















BAB II
PEMBAHASAN
1)      Perspektif  Islam tentang Belajar
Agaknya tidak ada satu pun agama, termasuk Islam, yang menjelaskan secara rinci dan operasional mengenai proses belajar, proses kerja sistem memori (akal), dan proses dikuasainya pengetahuan dan ketrampilan oleh manusia. Namun Islam, dalam hal penekanannya terhadap signifikansi fungsi kognitif (akal) dan fungsi sensori (indera-indera) sebagai alat-alat penting untuk belajar, sangat jelas. Kata-kata kunci, seperti ya’qulun, yatafakkarun, yubshirun, yasma’un, dan sebagainya yang terdapat dalam Al-Qura’an, merupakan bukti betapa pentingnya penggunaan fungsi ranah cipta dan karsa manusia dalam belajar dan meraih ilmu pengetahuan.
Berikut ini kutipan firman-firman Allah dan Hadist Nabi SAW, baik yang secara eksplisit maupun implisit mewajibkan orang untuk belajar agar memperoleh ilmu pengetahuan.
a)      Allah berfirman, . . . apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya, hanya orang-orang yang berakallah yang mampu menerima pelajaran (Al-Zumar: 9)
Dalam ayat ini Allah berusaha menekankan perbedaan orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan orang yang berilmu itu berbeda dengan orang yang tidak berilmu. Orang yang berilmu itu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Dan hanya orang-orang yang mempunyai akallah yang bisa menerima pelajaran. Jadi orang yang tidak berakal susah untuk bisa menerima pelajaran yang diajarkan.
b)      Allah berfirman, Dan janganlah kamu membiasakan diri pada apa yang tidak kamu ketahui ... (Al-Isra: 36)
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa kita sebagai umat manusia janganlah membiasakan diri untuk tidak mengetahui, dalam hal ini jangan sampai kita terbiasa tidak tahu pada hal-hal yang seharusnya kita bisa mencari tahunya, sehingga kita tahu. Tentu saja caranya yaitu dengan belajar.
c)      Dalam hadist riwayat Ibnu ‘Ashim dan Thabrani, Rasulullah SAW bersabda, Wahai sekalian manusia, belajarlah! Karena ilmu pengetahuan hanya didapat melalui belajar ... (Qadhawi, 1989).
Dalam hadist ini Rasulullah memerintahkan kita untuk belajar. Karena semua ilmu dan pengetahuan itu hanya bisa didapatkan dari belajar. Jadi, agar kita berilmu maka kita harus belajar.[2]


2)      Prinsip-prinsip Belajar Menurut Islam
Belajar seperti halnya perkembangan berlangsung seumur hidup, dimulai sejak dalam ayunan (buaian) sampai dengan menjelang liang lahat (meninggal). Apa yang dipelajari dan bagaimana cara belajarnya pada fase berkembangan berbeda-beda. Banyak teori yang membahas masalah belajar. Tiap teori bertolak dari asumsi atau anggapan dasar tertentu tentang belajar. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila kita temukan konsep atau pandangan serta praktek yang berbeda dari belajar. Meskipun demikian ada beberapa pandangan umum yang sama atau relatif sama diantara konsep-konsep tersebut. Beberapa kesamaan ini dipandang sebagai prinsip belajar.
Beberapa prinsip umum belajar:
                         1.            Belajar merupakan bagian dari perkembangan.
Berkembang dan belajar merupakan dua hal yang berbeda, tetapi berhubungan erat. Dalam perkembangan dituntut belajar, dan dengan belajar ini perkembangan individu lebih pesat.
                         2.            Belajar berlangsung seumur hidup
Kegiatan belajar dilakukan sejak lahir sampai menjelang kematian, sedikit demi sedikit dan terus menerus. Perbuatan belajar dilakukan individu baik secara sadar ataupun tidak, disengaja ataupun tidak, direncanakan ataupun tidak.
                         3.            Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan, faktor lingkungan, kematangan serta usaha dari individu sendiri.
Dengan berbekalkan potensi yang tinggi, dan dukungan faktor lingkungan yang menguntungkan, usaha belajar dari individu yang efisien yang dilaksanakan pada tahap kematangan yang tepat akan memberikan hasil belajar yang maksimal. Kondisi yang sebaliknya akan memberikan hasil yang minim pula.
                         4.            Belajar mencakup semua aspek kahidupan.
Belajar bukan hanya berkenaan dengan aspek intelektual, tetapi juga spek sosial, budaya, politik, ekonomi, moral, religi, seni, keterampilan, dll.


                         5.            Kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu.
Kegiatan belajar tidak hanya berlagsung disekolah, tetapi juga di rumah, di masyarakat, di tempat rekreasi bahkan dimana saja terjadi perbuatan belajar. Belajar juga terjadi setiap saat, tidak hanya berlangsung pada jam-jam pelajaran atau jam kuliah. Kecuali pada saat tidur, pada saat lainnya dapat berlangsung proses belajar. Pada saat ini juga ada pemikiran, orang belajar sambil tidur, yaitu dengan menggunakan kaset yang dipasang pada waktu orang hendak tidur.
                         6.            Belajar berlangsung dengan guru ataupun tanpa guru.
Proses belajar dapat berjalan dengan bimbingan seorang guru, tetapi juga tetap berjalan meskipun tanpa guru. Belajar berlangsung dalam situasi formal maupun situasi informal.
                         7.            Belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi.
Kegiatan belajar yang diarahkan kepada penguasaan, pemecahan atau pencapaian sesuatu hal yang bernilai tinggi, yang dilakukan secara sadar dan berencana membutuhkan motivasi yang tinggi pula. Perbuatan belajar demikian membutuhkan waktu yang panjang dengan usaha yang sungguh-sungguh.
                         8.            Perbuatan belajar bervariasi dari yang paling sederhana sampai dengan yang sangat kompleks.
Perbuatan belajar dari yang sederhana adalah mengenal tanda (signal learning dari Gagne), mengenal nama, meniru perbuatan dll, sedang perbuatan yang kompleks adalah pemecahan masalah, pelaksanaan sesuatu rencana dll.
                         9.            Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan. Proses kagiatan belajar tidak selalu lancar, adakalanya terjadi kelambatan atau perhentian.
Kelambatan atau perhentian ini dapat terjadi karena belum adanya penyesuaian individu dengan tugasnya, adanya hambatan dari lingkungan, ketidakcocokan potensi yang dimiliki individu, kurangnya motivasi adanya kelelahan atau kejenuhan belajar.
                     10.            Untuk kegiatan belajar tertentu diperlukan adanya bantuan atau bimbingan dari orang lain. Tidak semua hal dapat dipelajari sendiri. Hal-hal tertentu perlu diberikan atau dijelaskan oleh guru, hal-hal lain perlu petunjuk dari instruktur dan untuk memecahkan masalah tertentu diperlukan bimbingan dari pembimbing.[3]





Pendapat lain dikemukakan oleh M. Dalyono, dalam bukunya; Psikologi Pendidikan mengenai  prinsip-prinsip belajar diantaranya:       
1.      Kematangan jasmani dan rohani
Salah satu prinsip utama belajar adalah harus mencapai kematangan jasmani dan rohani sesuai dengn tingkatan yang dipelajarinya. Kematangan jasmani yaitu telah sampai batas minimal umur serta kondisi fisiknya yang telah cukup kuat untuk melakukan kegiatan belajar. Kematangan rohani artinya telah memiliki kemampuan secara psikologis untuk melakukan kegiatan belajar., misalnya kemampuan berpikir, ingatan, fantasi dan sebagainya. Seorang anak yang baru masuk SD harus berumur 6 tahun dan fisik serta mentalnya sudah cukup mampu mengikuti pelajaran di kelas 1 SD.
Ini salah satu prinsip (dasar) untuk dapat mengikuti pelajaran dengan baik di SD. Bila seorang anak belum memiliki kematangan jasmani dan rohani sudah dimasukkan ke SD, akibatnya anak itu banyak mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan belajarnya. Otaknya tidak mampu mengikuti pelajaran, atau fisiknya (badannya) terlalu kecil duduk di bangku kelas, atau mungkin juga anak itu belum mampu bergaul dengan teman-temannya sekelas. Contoh lain tentang pentingnya prinsip kematangan dalam belajar ialah mempelajari bilangan negative, ilmu ukur ruang dan bahasa inggris sebaiknya dimulai di SMP, bukan di SD, karena anak SD belum cukup matang untuk dapat mengikuti pelajaran itu dengan baik. Begitu pula belajar filsafat dan logika tidak cocok diberikan di SMP dan SMA tetapi harus di Perguruan Tinggi.
2.      Memiliki Kesiapan
Setiap orang yang hendak melakukan kegiatan belajar harus memiliki kesiapan yakni dengan kemampuan yang cukup baik fisik, mental maupun perlengkapan belajar. Kesiapan fisik berarti memiliki tenaga cukup dan keksehatan yang baik, sementara kesiapan mental, memiliki minat dan motivasi yang cukup untuk melakukan kegiatan belajar. Belajar tanpa kesiapan fisik, mental dan perlengkapan akan banyak mengalami kesulitan, akibatnya tiak memperoleh hasil belajar yang baik.
Misalnya seorang siswa yang memasuki SMA, hanya memiliki kesehatan yang baik, kamampuan inteligensi, minat dan motivasi serta didukung oleh dana/perlengkapan secukupnya. Bila salah satu di antaranya tidak ada, misalnya tidak sehat jasmani dan rohani atau tidak ada kemampuan inteligensi, minat dan motivasi atau dana/perlengkapan belajar berarti anak tersebut belum memiliki kesiapan untuk memasuki SMA.
Contoh lain, seorang anak yang mau belajar karate, meskipun dia sudah memiliki fisik yang cukup kuat untuk belajar karate, tetapi dia tidak berminat dan memiliki motivasi untuk itu, maka anak tersebut dapat dikatakan tidak memiliki kesiapan yang cukup untuk belajar karate.


3.      Memahami tujuan
Setiap orang yang belajar harus memahami apa tujuannya, ke mana arah tujuan itu dan apa manfaat bagi dirinya. Prinsip ini sangat penting dimiliki oleh orang belajar agar proses yang dilakukannya dapat cepat selesai dan berhasil. Belajar tanpa memahami tujuandapat menimbulkan kebingungan pada orangnya hilang kegairahan, tidak sistematis, atau asal ada saja. Orang yang belajar tanpa tujuan ibarat kapal berlayar tanpa tujuan teombang-ambing tak tentu arah yang di tuju sehingga akhirnya bisa terlanggar batu karang atau terdampar ke suatu pulau. Orang yang mempelajari sesuatu harus memahami apa tujuan dan apa gunanya dia dipelajari. Anda belajar bahasa asing harus tau apa tujuan mempelajarinya, anada belajar karete, harus tahu tujuannya. Misalnya masuk SMA, ke mana arahnya. Dengan mengetahui tujuan belajar akan dapat mengadakan persiapan yang diperlukan, baik fisik maupun mental, sehingga proses belajar yang dilakukan dapat berjalan lancer dan berhasil dengan memuaskan.
4.      Memiliki kesungguhan
Orang yang belajar harus memiliki kesungguhan untuk melaksanakannya. Belajar tanpa kesungguhan akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan. Selain itu akan banyak waktu dan tenaga terbuang dengan percuma. Sebaliknya, belajar dengan sungguh-sungguh serta tekun akan memperoleh hasil yang maksimal dan penggunaan waktu yang lebih efektif. Prinsip kesungguhan sangat penting artinya. Biarpun seorang itu sudah memiliki kematangan, kesiapan serta mempunyai tujuan yang konkrit dalam melakukan kegiatan belajarnya, tetapi kalau tidak bersungguh-sungguh, belajar asal asa saja, bermalas-malas, akibatnya tidak memperoleh hasil yang memuaskan.
Misalnya seorang anak belajar main piano, kalau dia tidak berlatih dengan sungguh-sungguh, akibatnya akan lambat pandai atau mungkin juga bisa tidak berhasil (gagal). Disamping itu dia akan rugi tenaga, waktu, dan biaya. Contoh lain, seorang siswa SMA tidak pernah belajar sungguh-sungguh, baik di sekolah maupun di rumah. Begitu pula PR (Pekerjaan Rumah) atau tugas di kelas tidak pernah dilaksanakannya dengan baik, akibatnya akan memperoleh nilai yang kurang baik. Malu kepada teman-teman dan akhirnya drop-out/putus sekolah. Karena itu, factor kesungguhan dalam belajar sangat penting artinya dan harus dilaksanakan agar proses belajar dapat berhasil dengan baik.
5.      Ulangan dan Latihan
Prinsip yang tak kalah pentingnya adalah ulangan dan latihan. Sesuatu yang dipelajari perlu diulang agar meresap dalam otak, sehingga dikuasai sepenuhnya dan sukar dilupakan. Sebaliknya belajar tanpa diulang hasilnya akan kurang memuaskan. Bagaimanapun pintarnya seseorang harus mengulang pelajarannya atau berlatih sendiri di rumah agar bahan-bahan yang dipelajari tambah meresap dalam otak sehingga tahan lama dalam ingatan. Mengulang pelajaran adalah salah satu cara untuk membantu berfungsinya ingatan.
Belajar bahasa misalnya, menghafal sajak, harus diulang berkali-kali membacanya agar melekat dalam ingatan. Demikian pula belajar matematika, harus banyak berlatih memecahkan soal, agar mahir dan lancer menyelesaikan soal lainnya. Belajar main tenis meja tidak mungkin pandai hanya dengan berlatih sekali atau dua kali saja, tetapi harus berulang-ulang. Tegasnya semua badan yang dipelajari memerlukan ulangan dan latihan agar dapat dikuasai secara memadai. Dengan kata lain orang belajar harus ada ulangan dan latihan.[4]

Ì Prinsip Belajar dalam Prespektif Islam
Proses belajar akan tercapai dengan mudah jika prinsip belajar dapat dipenuhi. Jika tidak ada, maka proses belajar akan mengalami kesulitan. Kalaupun dapat dicapai, maka akan memakan waktu yang cukup lama. Para ahli kejiwaan modern pernah melakukan eksperimen yang cukup signifikan mengenai proses belajar. Hasil studi itu akhirnya mereka jadikan sebagai prinsip belajar. Dalam buku “Alqur’an wa Ulum an Nafs”, Muhammad Ustman Najati (2004: 175) menyinggung, bahwa sebelum para ahli kejiwaan modern menemukan beberapa prinsip belajar, 14 abad silam Alqur’an telah mempraktikkan prinsip tersebut dalam mengubah perilaku manusia, mendidik jiwa mereka, dan membangun kepribadiannya. Di bawah ini akan diuraikan prinsip-prinsip belajar yang telah dipraktekkan oleh Rosulullah SAW dalam menyebarluaskan dakwah islam, mengajar, mengarahkan, dan menunjukkan, kepada para sahabat mengenai hal tersebut.
1.      Motivasi
Motivasi merupakan prinsip yang terpenting dari semua prinsip belajar. Manusia dan hewan biasanya tidak mau belajar kecuali bila ada persoalan yang dapat membangkitkan motivasinya untuk mencari solusi dan persoalan itu.
a.       Membangkitkan motivasi dengan janji dan ancaman.
Al-qur’an menggunakan janji dan ancaman untuk membangkitkan motivasi manusia supaya beriman kepada Allah AWT dan Rasul-Nya, meyakini ajaran Islam, menjalankan ibadah wajib, menjauhi hal-hal yang dilarang Allah SWT, berpegang teguh pada jalan yang lurus, dan bertaqwa. Rosulullah juga melakukan hal yang sama terhadap Al-qur’an, beliau menggunakan janji dan ancaman untuk membangkitkan motivasi manusia agar mempercayai islam, beriman kepada Allah SWT, utusan-Nya, kitab-Nya, hari akhir dan perhitungan, surge dan neraka, meyakini ajaran islam dan menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Salah satu contoh tentang kiat Rosulullah dalam memberikan pelajar adalah seperti hadits berikut.
“Tidak (akan terjadi) bagi seorang hamba yang mendirikan shalat lima waktu,. Berpuasa di bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, dan menjauhi tujuh dosa besar, melainkan ia akan dibukakan pintu surge. Bahkan ia akan disuruh dengan perkataan masuklah kamu dengan selamat.” (HR. Nasa’i)
b.      Membangkitkan Motivasi dengan Cerita
Kisah atau cerita dapat mengunggah konsentrasi dan membangkitkan hasrat untuk menyimak alur kejadiannya. Oleh karena itu, penggunaan kisah dalam proses pengajaran dan pendidikan merupakan sesuatu yang signifikan pada semua lapisan masyarakat sejak dahulu. Alquran menggunakan kisah atau cerita dalam mendidik dan mengarahkan kejiwaan manusia. Hal ini dapat ditemui pada ungkapan dan hikmah yang digunakan Alquran dalam proses pengajarannya. Alquran menjelaskan pengaruh kisah atau cerita pada pendidikan. Dalam surat yusuf ayat 111 allah berfirman yang artinya;
“sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.”
Rasulullah juga menggunakan kisah atau cerita dalam mendidik kejiwaan para sahabat. Penggunaan kisah atau cerita menurutnya memiliki peran penting dalm membangkitkan kosentrasi mereka dan hasrat untuk mendengarkan berbagai pesan dan hikmah yang terkandung dalam kisah yang disampaikan.
c.       Memberi hadiah
Ajaran islam membolehkan orang tua untuk memberikan hadiah kepada putra-putrinya manakala mereka mempunyai prestasi yang cukup gemilang. Menurut Muhammad Utsman Najati (2004: 190), pemberian hadiah tidak selamanya bersifat materi namun bisa juga berbentuk pujian. Guru memberikan pujian kepada muridnya sepanjang tidak berlebihan. Selanjutnya dikatakan, bahwa prinsip belajar juga harus berdasarkan:
·         Jadwal waktu belajar;
·         Repetisi (pengulangan);
·         Partisipasi aktif dan pelatihan praktis;
·         Pemusatan perhatian;
·         Memanfaatkan peristiwa penting untuk menggugah perhatian;
·         Membangkitkan perhatian dengan mengajukan pertanyaan;
·         Memanfaatkan gambar (alat peraga); dan
·         Belajar secara bertahap.

2.              Pengulangan
Dalam al-Qur’an kita menemukan pengulangan mengenai beberapa kebenaran berkaitan dengan akidah dan perkara-perkara ghaib yang ingin diluluhkan Al-Qur’an didalam hati, seperti keyakinan tauhid.
3.             Perhatian
Perhatian merupakan faktor penting dalam belajar misalnya dalam proses belajar mengajar (PBM) ia akan dapat memahami informasi-informasi yang terdapat dalam pengajaran itu. Lebih jauh lagi ia akan dapat mempelajari dan mengingat pelajaran itu untuk selanjutnya.
4.             Partisipasi aktif
Ketrampilan motorik mengharuskan siswa melakukan ketrampilan tersebut secara sungguh-sungguh serta melatihnya hingga mahir. Latihan praktis tidak hanya penting dalam mempelajari ketampilan motorik saja, tetapi juga dalam mempelajari ilmu-ilmu teoritis yaitu dalam mempelajari akhlak, keutamaan, nilai-nilai dan etika bermasyarakat. Wudlu dan melaksankan sholat pada waktu-waktu tertentu setiap hari mengajari orang muslim kebersihan, ketaatan, keteraturan, kesabaran dan ketekunan. Shoum juga mengajari orang-orang muslim ketaatan dan kesabaran dalam menanggung kesulitan.
5.             Pembagian belajar
Beberapa studi eksperimen yang diadakan para psikolog modern mengungkapkan bahwa belajar yang dihasilkan dengan menggunakan metode pembagian itu lebih utama ketimbang belajar yang dihasilkan dengan metode terpusat. Metode terpusat adalah metode belajar yang tuntas dalam rentang waktu yang bersambungan tanpa diselingi waktu istirahat. Prinsip ini sudah diterapkan dalam Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an diturunkan dalam sela waaktu yang berjauhan dari rentang masa yang panjang sekitar 23 tahun. Hal itu menjadikan manusia dapat mempelajari Al-Qur’ab dengan gampang dan dapat memahami kandungannya. Jika Al-Qur’an diturunkan sekaligus, niscaya sulit untuk mempelajari serta memahami makna dan tujuan Al-Qur’an.
6.             Perubahan perilaku secara bertahap
Melepaskan beberapa kebiasaan buruk yang sudah mengakar sekian lama sehingga kebiasaan buruk itu mendarah daging dalam perilaku kita bukanlah sesuatu yang enteng. Sebab, hal itu membutuhkan kemauan kuat, kesungguhan yang besar dan latihan yang panjang. Oleh sebab itu cara yang paling baik yang dapat diikuti untuk menanggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang sudah mengakar adalah berupaya untuk melepaskannya secara bertahap. Dalam memperbaiki kebiasaan-kebiasaan buruk islam mengikuti dua metode :
·         Metode pertama : menagguhkan perbaikan kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut sampai keimanan menguat dalam kalbu orang-orang muslim.
·         Metode kedua : yang dipergunakan Al-Qur’an dalam memperbaiki kebiasaan-kebiasaan buruk adalah melatih kesiapan mental kaum muslimin untuk menanggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut. Ini dilakukan dengan jalan membentuk respons yang berlawanan secara bertahap dengan respons yang dituntut untuk dilepaskan.[5]  

3.      Tujuan Belajar dan Arti Pentingnya Menurut Islam
§  Tujuan Belajar
Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari dua subjek, yaitu dari siswa dan dari guru. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami proses mental dan menghadapi bahan belajar. Bahan belajar tersebut berupa keadaan alam, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, dan bahan yang telah terhimpun dalam buku-buku pelajaran. Dari segi guru, proses belajar tersebut tampak sebagai perilaku belajar tentang suatu hal. Belajar merupakan proses internal dan kompleks. Yang terlibat dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental yang meliputi ranah-ranah kognitif, efektif, dan psikomotorik. Proses belajar yang mengaktualisasikan ranah-ranah tersebut tertuju pada bahan belajar tertentu.
Dalam firman Allah SWT :
Artinya: ”Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al-mujadalah : 11).
§  Arti Penting Belajar
Agama islam sangat menganjurkan kepada manusia untuk selalu belajar. Bahkan islam mewajibkan kepada setiap orang yang beriman untuk belajar. Perlu diketahui bahwa setiap apa yang dikerjakan, pasti dibaliknya terkandung hikmah atau sesuatu yang penting bagi manusia. Beberapa hal penting yang berkaitan dengan belajar antara lain:
1.      Bahwa orang yang belajar akan mendapatkan ilmu yang dapat digunakan untuk memecahkan segala masalah yang dihadapinya di kehidupan dunia
2.      Manusia dapat mengetahui dan memahami apa yang dilakukannya karena Allah sangat membenci orang yang tidak memiliki pengetahuan akan apa yang dilakukannya karena setiap apa yang diperbuat akan dimintai pertanggungjawabannya.
3.      Dengan ilmu yang dimilikinya, mampu mengangkat derajatnya di mata Allah. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diukur, yang dapat diamati adalah stimulus dan respon.[6]

4.      Konsep Belajar Menurut Pakar Islam
ü  Imam Al-Ghazali
Menurut Al-Ghazali proses belajar adalah usaha orang itu untuk mencari ilmu karena itu belajar itu sendiri tidak terlepas dari ilmu yang akan dipelajarinya. Berkaitan dengan ilmu, Al-Ghazali berpendapat ilmu yang dipelajari dapat dari dua segi, yaitu ilmu sebagai proses dan ilmu sebagai objek.
Pertama, sebagai proses, Al-Ghazali megklasifikasikan ilmu menjadi tiga. Pertama ilmu hissiyah yakni ilmu yang didapatkan melalui penginderaan, misalnya seseorang belajar melalui alat pendengaran, penciuman, maupun penglihatan. Kedua, ilmu Aqliyah yakni ilmu yang didapatkan melalui kegiatan berfikir, misalnya masalah teoritis yang berhubungan dengan hal-hal abstrak maupun non-abstrak. Ketiga, ilmu Ladunni yakni ilmu yang didapatkan langsung dari Tuhan tanpa melalui proses penginderaan maupun berfikir melainkan melalui hati dalam bentuk ilham.
Kedua, sebagai objek, Al-Ghazali membagi ilmu menjadi tiga macam. Pertama, ilmu pengetahuan yang tercela secara mutlak baik sedikit maupun banyak seperti sihir. Kedua, ilmu pengetahuan yang terpuji baik sedikit maupun banyak. Dan Ketiga, ilmu pengetahuan yang dalam kadar tertentu terpuji tetapi bila mendalaminya tercela seperti ilmu ketuhanan, cabang ilmu filsafat. Karena bila ilmu-ilmu tersebut didalami akan menimbulkan kekufuran.
Menurut Al-Ghazali ilmu terdiri dari dua jenis, yaitu ilmu kasbi dan ilmu ladunni. Ilmu asbi adalah cara berfikir sistematik dan metodik yang dilakukan secara konsisten dan bertahap melalui proses pengamatan, penelitian, percobaan dan penemuan. Ilmu Ladunni adalah ilmu yang diperoleh orang-orang tertentu dengan tidak melalui proses perolehan ilmu pada umumnya tetapi melalui proses pencerahan oleh hadirnya cahaya ilahi dalam qalbu. Menurut Al-Ghazali pendekatan belajar dalam menuntut ilmu dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan ta’lim insani dan ta’lim rabbani.
Pendekatan ta’lim insani adalah belajar dengan bimbingan manusia. Pendekatan ini merupakan cara umum yang dilakukan orang, dan biasanya dilakukan dengan menggunakan alat-alat inderawi yang diakui oleh orang-orang berakal. Taklim Insani dibagi menjadi 2 yaitu:
a.        Proses eksternal melalui belajar mengajar
Dalam proses belajar mengajar sebenarnya tejadi aktivitas eksplorasio pengetahuan sehingga menghasikan perubahan-perubahan perilaku. Seorang guru mengeksplorasi ilmu yang dimilikinya untuk diberikan kepada muridnya, sedangkan murid menggali ilmu dari gurunya agar ia mendapatkan ilmu.
b.        Proses internal melalui proses tafakur
Tafakur diartikan dengan membaca realitas dalam berbagai dimensinya wawasan spiritual dan penguasaan pengetahuan hikmah. Proses tafakur ini dapat dilakukan apabila jiwa dalam keadaan suci. Dengan membersihkan qalbu dan mengosongkan egoisme dan keakuannya ke titik nol, maka ia berdiri dihadapan Tuhan, seperti seorang murid berhadapan dengan seorang guru. Tuhan hadir membukakan pintu kebenaran dan manusia masuk kedalamnya. Menuntut ilmu harus melalui proses berfikir terhadap alam semesta karena ilmu itu sendiri merupakan hasil dari proses berfikir (jalaluddin, 1996).

ü  Al-Zarnuji
Al-Zarnuji membagi ilmu pengetahuan dalam empat kategori:
a.    Pertama, ilmu Fardhu ’ain yaitu ilmu yang wajib di pelajari oleh setiap muslim secara individual. Pertama yang harus dipelajari adalah ilmu tauhid yaitu ilmu yang menerangkan keesaan Allah SWT beserta sifat-sifatnya. Baru kemudian mempelajari ilmu fiqih, shalat, zakat, haji dan lain-lain kesemuanya berkaitan dengan tata cara beribadah kepada Allah SWT.
b.    Kedua, ilmu fardhu kifayah yaitu ilmu yang kebutuhannya hanya dalam saat-saat tertentu saja, misalnya ilmu shalat jenazah. Dengan demikian, seandainya ada sebagian penduduk kampung telah melaksanakan fardhu kifayah tersebut, maka gugurlah kewajiban bagi yang lainnya. Namun sebaliknya, bila tidak maka semuanya berdosa.
c.    Ketiga, Ilmu haram yaitu ilmu yang haram untuk dipelajari, seperti ilmu nujum (ilmu perbintagan yang biasanya digunakan untuk meramal) Sebab, hal itu sesungguhnya tiada bermanfaat dan justru membawao marabahaya, karena lari dari kenyataan takdir Allah SWT tidak akan mungkin terjadi.
d.   Keempat, ilmu jawas yaitu ilmu yang yang hukum mempelajarinya boleh karena bermanfaat bagi manusia. Misalnya ilmu kedokteran, yang dengan mempelajarinya akan diketahui sebab dari segala sebab (sumber penyakit). Hal ini diperbolehkan karena Rasulallah SAW sendiri juga berobat.[7]
BAB III
PENUTUP
·        Kesimpulan
Proses belajar akan tercapai dengan mudah jika prinsip belajar dapat dipenuhi. Jika tidak ada, maka proses belajar akan mengalami kesulitan. Kalaupun dapat dicapai, maka akan memakan waktu yang cukup lama. Para ahli kejiwaan modern pernah melakukan eksperimen yang cukup signifikan mengenai proses belajar. Hasil studi itu akhirnya mereka jadikan sebagai prinsip belajar. Dalam buku “Alqur’an wa Ulum an Nafs”, Muhammad Ustman Najati (2004: 175) menyinggung, bahwa sebelum para ahli kejiwaan modern menemukan beberapa prinsip belajar, 14 abad silam Alqur’an telah mempraktikkan prinsip tersebut dalam mengubah perilaku manusia, mendidik jiwa mereka, dan membangun kepribadiannya.
Adapun prinsip-prinsip belajar yang telah dipraktekkan oleh Rosulullah SAW dalam menyebarluaskan dakwah islam, mengajar, mengarahkan, dan menunjukkan, kepada para sahabat diantaranya: motivasi, pengulangan, perhatian, partisipasi aktif, pembagian belajar dan perubahan perilaku secara bertahap seperti yang sudah dibahas dalam bab II diatas.











DAFTAR PUSTAKA

Sopiatin Popi, Sahrani Sohari. Psikologi Belajar dalam Perspektif Islam. 2011. Bogor: Ghalia Indonesia.
M. Dalyono. Psikologi Pendidikan. 1997. Jakarta:  Rineka Cipta.

Dhiek Nindiey, Prinsip Belajar dalam Perspektif AL-Quran, http://dhexnindiey. blogspot.com/2012/04/artikel.html diakses pada tanggal 29-09-2014
[1]Konsep Belajar Menurut Islam, Al-Ghozali dan AL-Zarnuji , http://aliminiaincirebon. blogspot.com/2012/12/konsep-belajar-menurut-islam-imam-al.html diakses pada pkl 18.01 tgl 01-10-2014
Mujabgs56, Teori Belajar Menurut Islam, http://mujabgs57.blogspot.Com /2012/04/teori-belajar-menurut-islam.html diakses pada pkl 18.03 tgl 01-10-2014  




[1] Popi Sopiatin, Psikologi Belajar dalam Perspektif Islam , (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hal 34.
[3]
[4] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta:  Rineka Cipta, 1997) hal: 51-55
[5]Dhiek Nindiey, Prinsip Belajar dalam Perspektif AL-Quran, http://dhexnindiey.blogspot. com/2012/04/artikel.html diakses pada tanggal 29-09-2014
[6]Konsep Belajar Menurut Islam, Al-Ghozali dan AL-Zarnuji , http://aliminiaincirebon. blogspot.com/2012/12/konsep-belajar-menurut-islam-imam-al.html  diakses pada pkl 18.01 tgl 01-10-2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar