PRINSIP-PRINSIP BELAJAR MENURUT ISLAM
Disusun Oleh :
Fitrah Astnal Mala 12420005
Fatimah Azzahra Mutmainnah 12420007
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Belajar merupakan kebutuhan setiap individu selama ia masih hidup
dan masih memiliki kemampuan untuk belajar. Hal ini akan lebih menonjol lagi
bagi mereka yang memiliki masa produktif untuk belajar secara berkelompok,
sehingga menjadi suatu bukti, bahwa mereka tidak berdiri sendiri. Aktifitas
belajar harus ditunjukan pada objek tertentu yang memberikan hasil, baik berupa
penilaian atau penghargaan. Hal ini sebenarnya harus dimulai dari diri sendiri,
yaitu mampu memberi penilaian dari apa yang ia lakukan dan juga mampu memberi
penghargaan atas setiap hasil yang diperoleh sebelum orang lain melakukannya.
Ibn Miskawaih (1994: 41) meengatakan, bahwa setiap wujud mempunyai
kesempurnaan dan tingkah laku khas yang tidak dimiliki oleh yang lain. Tidak
mungkin sesuatu yang berbeda lebih cocok dengan tingkah lakunya selain dirinya
sendiri. Ungkapan Ibn Miskawih ini menguatkan, bahwa setiap siswa memiliki gaya
belajar sendiri dalam meraih ilmu pengetahuan, dan jika hal tersebut diarahkan
maka akan berdampak baik pada siswa.
Proses belajar mengajar pada dasarnya merupakan proses interaksi
antara guru dan murid, sedangkan sarana dan prasarana merupakan faktor
penunjang. Untuk itu, selain dibutuhkan faktor guru yang kompeten dan
berkepribadian, juga diperlukan faktor lain, yaitu faktor murid itu sendiri
yang meliputi kematangan spiritual dan kecerdasan intelegensi. Dengan demikian,
mutu hasil belajar sebagai produk dari proses belajar mengajar yang lazimnya
diukur dengan hasil belajar, tidak hanya dipengaruhi oleh faktor murid, tetapi
juga oleh faktir lainnya yang berada diluar pengaruh sistem pendidikan, yaitu
faktor psikologis.
Banyak guru dan ahli psikologi yang berbeda pendapat tentang
hakikat proses belajar secara eksak, tetapi terdapat prinsip belajar tertentu
yang telah disepakati oleh ahli pendidikan pada umumnya. Guru sebagai
pengelola belajar siswa akan berhasil
melaksanakan proses belajar siswa, melalui metode belajar yang didasarkan
kepada apa yang diinginkan oleh siswa dan apa yang dipikirkan oleh guru tentang
kebutuhan siswa. Dalam ajaran Islam, seorang pendidik harus memiliki cara
mengajar yang baik. hal ini sesuai dengan sabda Nabi yang artinya: “Ajarilah
mereka (siswa/mahasiswa/murid), permudahlah mereka; dan jangan biarkan mereka.
Dan jika diantaramu ada yang membencimu maka lebih baik diam.” Dalam
kaitannya dengan orang yang mencari ilmu, Nabi saw. telah bersabda: “Diriwayatkan
dan Abu Darda r.a. katanya saya telah mendengar Rasululah saw. bersabda: Barang
siapa yang merintis jalan mencari ilmu pengetahuan, maka Allah akan memudahkan
baginya jalan surga. ” [1]
B.
Rumusan
Masalah
1.
Jelaskan
perspektif islam mengenai belajar!
2.
Apa
prinsip-prinsip belajar menurut islam?
3.
Apa
tujuan belajar dan arti pentingnya menurut islam
4.
Bagaimana
konsep belajar menurut pakar pendidikan islam?
BAB II
PEMBAHASAN
1)
Perspektif Islam tentang
Belajar
Agaknya tidak
ada satu pun agama, termasuk Islam, yang menjelaskan secara rinci dan
operasional mengenai proses belajar, proses kerja sistem memori (akal), dan
proses dikuasainya pengetahuan dan ketrampilan oleh manusia. Namun Islam, dalam
hal penekanannya terhadap signifikansi fungsi kognitif (akal) dan fungsi
sensori (indera-indera) sebagai alat-alat penting untuk belajar, sangat jelas.
Kata-kata kunci, seperti ya’qulun, yatafakkarun, yubshirun, yasma’un,
dan sebagainya yang terdapat dalam Al-Qura’an, merupakan bukti betapa
pentingnya penggunaan fungsi ranah cipta dan karsa manusia dalam belajar dan meraih ilmu pengetahuan.
Berikut ini
kutipan firman-firman Allah dan Hadist Nabi SAW, baik yang secara eksplisit
maupun implisit mewajibkan orang untuk belajar agar memperoleh ilmu
pengetahuan.
a)
Allah berfirman, . . . apakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?
Sesungguhnya, hanya orang-orang yang berakallah yang mampu menerima pelajaran
(Al-Zumar: 9)
Dalam ayat ini Allah berusaha menekankan
perbedaan orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu. Hal ini menunjukkan
bahwa kedudukan orang yang berilmu itu berbeda dengan orang yang tidak berilmu.
Orang yang berilmu itu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Dan hanya
orang-orang yang mempunyai akallah yang bisa menerima pelajaran. Jadi orang
yang tidak berakal susah untuk bisa menerima pelajaran yang diajarkan.
b)
Allah berfirman, Dan janganlah kamu
membiasakan diri pada apa yang tidak kamu ketahui ... (Al-Isra: 36)
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa kita
sebagai umat manusia janganlah membiasakan diri untuk tidak mengetahui, dalam
hal ini jangan sampai kita terbiasa tidak tahu pada hal-hal yang seharusnya
kita bisa mencari tahunya, sehingga kita tahu. Tentu saja caranya yaitu dengan
belajar.
c)
Dalam hadist riwayat Ibnu ‘Ashim dan Thabrani,
Rasulullah SAW bersabda, Wahai sekalian manusia, belajarlah! Karena ilmu
pengetahuan hanya didapat melalui belajar ... (Qadhawi, 1989).
Dalam hadist ini Rasulullah memerintahkan kita
untuk belajar. Karena semua ilmu dan pengetahuan itu hanya bisa didapatkan dari
belajar. Jadi, agar kita berilmu maka kita harus belajar.[2]
2)
Prinsip-prinsip Belajar Menurut Islam
Belajar seperti
halnya perkembangan berlangsung seumur hidup, dimulai sejak dalam ayunan
(buaian) sampai dengan menjelang liang lahat (meninggal). Apa yang dipelajari
dan bagaimana cara belajarnya pada fase berkembangan berbeda-beda. Banyak teori
yang membahas masalah belajar. Tiap teori bertolak dari asumsi atau anggapan
dasar tertentu tentang belajar. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila
kita temukan konsep atau pandangan serta praktek yang berbeda dari belajar.
Meskipun demikian ada beberapa pandangan umum yang sama atau relatif sama
diantara konsep-konsep tersebut. Beberapa kesamaan ini dipandang sebagai
prinsip belajar.
Beberapa prinsip umum belajar:
1.
Belajar
merupakan bagian dari perkembangan.
Berkembang dan
belajar merupakan dua hal yang berbeda, tetapi berhubungan erat. Dalam
perkembangan dituntut belajar, dan dengan belajar ini perkembangan individu
lebih pesat.
2.
Belajar
berlangsung seumur hidup
Kegiatan
belajar dilakukan sejak lahir sampai menjelang kematian, sedikit demi sedikit
dan terus menerus. Perbuatan belajar dilakukan individu baik secara sadar
ataupun tidak, disengaja ataupun tidak, direncanakan ataupun tidak.
3.
Keberhasilan
belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan, faktor lingkungan, kematangan
serta usaha dari individu sendiri.
Dengan
berbekalkan potensi yang tinggi, dan dukungan faktor lingkungan yang menguntungkan,
usaha belajar dari individu yang efisien yang dilaksanakan pada tahap
kematangan yang tepat akan memberikan hasil belajar yang maksimal. Kondisi yang
sebaliknya akan memberikan hasil yang minim pula.
4.
Belajar
mencakup semua aspek kahidupan.
Belajar bukan
hanya berkenaan dengan aspek intelektual, tetapi juga spek sosial, budaya,
politik, ekonomi, moral, religi, seni, keterampilan, dll.
5.
Kegiatan
belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu.
Kegiatan
belajar tidak hanya berlagsung disekolah, tetapi juga di rumah, di masyarakat,
di tempat rekreasi bahkan dimana saja terjadi perbuatan belajar. Belajar juga
terjadi setiap saat, tidak hanya berlangsung pada jam-jam pelajaran atau jam
kuliah. Kecuali pada saat tidur, pada saat lainnya dapat berlangsung proses
belajar. Pada saat ini juga ada pemikiran, orang belajar sambil tidur, yaitu
dengan menggunakan kaset yang dipasang pada waktu orang hendak tidur.
6.
Belajar
berlangsung dengan guru ataupun tanpa guru.
Proses belajar
dapat berjalan dengan bimbingan seorang guru, tetapi juga tetap berjalan
meskipun tanpa guru. Belajar berlangsung dalam situasi formal maupun situasi
informal.
7.
Belajar
yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi.
Kegiatan
belajar yang diarahkan kepada penguasaan, pemecahan atau pencapaian sesuatu hal
yang bernilai tinggi, yang dilakukan secara sadar dan berencana membutuhkan
motivasi yang tinggi pula. Perbuatan belajar demikian membutuhkan waktu yang
panjang dengan usaha yang sungguh-sungguh.
8.
Perbuatan
belajar bervariasi dari yang paling sederhana sampai dengan yang sangat
kompleks.
Perbuatan
belajar dari yang sederhana adalah mengenal tanda (signal learning dari
Gagne), mengenal nama, meniru perbuatan dll, sedang perbuatan yang kompleks
adalah pemecahan masalah, pelaksanaan sesuatu rencana dll.
9.
Dalam
belajar dapat terjadi hambatan-hambatan. Proses kagiatan belajar tidak selalu
lancar, adakalanya terjadi kelambatan atau perhentian.
Kelambatan atau
perhentian ini dapat terjadi karena belum adanya penyesuaian individu dengan
tugasnya, adanya hambatan dari lingkungan, ketidakcocokan potensi yang dimiliki
individu, kurangnya motivasi adanya kelelahan atau kejenuhan belajar.
10.
Untuk
kegiatan belajar tertentu diperlukan adanya bantuan atau bimbingan dari orang
lain. Tidak semua hal dapat dipelajari sendiri. Hal-hal tertentu perlu
diberikan atau dijelaskan oleh guru, hal-hal lain perlu petunjuk dari
instruktur dan untuk memecahkan masalah tertentu diperlukan bimbingan dari
pembimbing.[3]
Pendapat lain dikemukakan oleh M.
Dalyono, dalam bukunya; Psikologi Pendidikan mengenai prinsip-prinsip belajar diantaranya:
1.
Kematangan
jasmani dan rohani
Salah
satu prinsip utama belajar adalah harus mencapai kematangan jasmani dan rohani
sesuai dengn tingkatan yang dipelajarinya. Kematangan jasmani yaitu telah
sampai batas minimal umur serta kondisi fisiknya yang telah cukup kuat untuk
melakukan kegiatan belajar. Kematangan rohani artinya telah memiliki kemampuan
secara psikologis untuk melakukan kegiatan belajar., misalnya kemampuan berpikir,
ingatan, fantasi dan sebagainya. Seorang anak yang baru masuk SD harus berumur
6 tahun dan fisik serta mentalnya sudah cukup mampu mengikuti pelajaran di
kelas 1 SD.
Ini
salah satu prinsip (dasar) untuk dapat mengikuti pelajaran dengan baik di SD.
Bila seorang anak belum memiliki kematangan jasmani dan rohani sudah dimasukkan
ke SD, akibatnya anak itu banyak mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan
belajarnya. Otaknya tidak mampu mengikuti pelajaran, atau fisiknya (badannya)
terlalu kecil duduk di bangku kelas, atau mungkin juga anak itu belum mampu
bergaul dengan teman-temannya sekelas. Contoh lain tentang pentingnya prinsip
kematangan dalam belajar ialah mempelajari bilangan negative, ilmu ukur ruang
dan bahasa inggris sebaiknya dimulai di SMP, bukan di SD, karena anak SD belum
cukup matang untuk dapat mengikuti pelajaran itu dengan baik. Begitu pula
belajar filsafat dan logika tidak cocok diberikan di SMP dan SMA tetapi harus
di Perguruan Tinggi.
2.
Memiliki
Kesiapan
Setiap
orang yang hendak melakukan kegiatan belajar harus memiliki kesiapan yakni
dengan kemampuan yang cukup baik fisik, mental maupun perlengkapan belajar.
Kesiapan fisik berarti memiliki tenaga cukup dan keksehatan yang baik,
sementara kesiapan mental, memiliki minat dan motivasi yang cukup untuk
melakukan kegiatan belajar. Belajar tanpa kesiapan fisik, mental dan
perlengkapan akan banyak mengalami kesulitan, akibatnya tiak memperoleh hasil
belajar yang baik.
Misalnya
seorang siswa yang memasuki SMA, hanya memiliki kesehatan yang baik, kamampuan
inteligensi, minat dan motivasi serta didukung oleh dana/perlengkapan
secukupnya. Bila salah satu di antaranya tidak ada, misalnya tidak sehat
jasmani dan rohani atau tidak ada kemampuan inteligensi, minat dan motivasi
atau dana/perlengkapan belajar berarti anak tersebut belum memiliki kesiapan
untuk memasuki SMA.
Contoh
lain, seorang anak yang mau belajar karate, meskipun dia sudah memiliki fisik
yang cukup kuat untuk belajar karate, tetapi dia tidak berminat dan memiliki
motivasi untuk itu, maka anak tersebut dapat dikatakan tidak memiliki kesiapan
yang cukup untuk belajar karate.
3.
Memahami tujuan
Setiap
orang yang belajar harus memahami apa tujuannya, ke mana arah tujuan itu dan
apa manfaat bagi dirinya. Prinsip ini sangat penting dimiliki oleh orang
belajar agar proses yang dilakukannya dapat cepat selesai dan berhasil. Belajar
tanpa memahami tujuandapat menimbulkan kebingungan pada orangnya hilang kegairahan,
tidak sistematis, atau asal ada saja. Orang yang belajar tanpa tujuan ibarat
kapal berlayar tanpa tujuan teombang-ambing tak tentu arah yang di tuju
sehingga akhirnya bisa terlanggar batu karang atau terdampar ke suatu pulau.
Orang yang mempelajari sesuatu harus memahami apa tujuan dan apa gunanya dia
dipelajari. Anda belajar bahasa asing harus tau apa tujuan mempelajarinya,
anada belajar karete, harus tahu tujuannya. Misalnya masuk SMA, ke mana
arahnya. Dengan mengetahui tujuan belajar akan dapat mengadakan persiapan yang
diperlukan, baik fisik maupun mental, sehingga proses belajar yang dilakukan
dapat berjalan lancer dan berhasil dengan memuaskan.
4.
Memiliki
kesungguhan
Orang
yang belajar harus memiliki kesungguhan untuk melaksanakannya. Belajar tanpa kesungguhan
akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan. Selain itu akan banyak waktu dan
tenaga terbuang dengan percuma. Sebaliknya, belajar dengan sungguh-sungguh
serta tekun akan memperoleh hasil yang maksimal dan penggunaan waktu yang lebih
efektif. Prinsip kesungguhan sangat penting artinya. Biarpun seorang itu sudah
memiliki kematangan, kesiapan serta mempunyai tujuan yang konkrit dalam
melakukan kegiatan belajarnya, tetapi kalau tidak bersungguh-sungguh, belajar
asal asa saja, bermalas-malas, akibatnya tidak memperoleh hasil yang memuaskan.
Misalnya
seorang anak belajar main piano, kalau dia tidak berlatih dengan
sungguh-sungguh, akibatnya akan lambat pandai atau mungkin juga bisa tidak
berhasil (gagal). Disamping itu dia akan rugi tenaga, waktu, dan biaya. Contoh
lain, seorang siswa SMA tidak pernah belajar sungguh-sungguh, baik di sekolah
maupun di rumah. Begitu pula PR (Pekerjaan Rumah) atau tugas di kelas tidak
pernah dilaksanakannya dengan baik, akibatnya akan memperoleh nilai yang kurang
baik. Malu kepada teman-teman dan akhirnya drop-out/putus sekolah. Karena itu,
factor kesungguhan dalam belajar sangat penting artinya dan harus dilaksanakan
agar proses belajar dapat berhasil dengan baik.
5.
Ulangan dan
Latihan
Prinsip
yang tak kalah pentingnya adalah ulangan dan latihan. Sesuatu yang dipelajari
perlu diulang agar meresap dalam otak, sehingga dikuasai sepenuhnya dan sukar
dilupakan. Sebaliknya belajar tanpa diulang hasilnya akan kurang memuaskan.
Bagaimanapun pintarnya seseorang harus mengulang pelajarannya atau berlatih
sendiri di rumah agar bahan-bahan yang dipelajari tambah meresap dalam otak
sehingga tahan lama dalam ingatan. Mengulang pelajaran adalah salah satu cara
untuk membantu berfungsinya ingatan.
Belajar
bahasa misalnya, menghafal sajak, harus diulang berkali-kali membacanya agar
melekat dalam ingatan. Demikian pula belajar matematika, harus banyak berlatih
memecahkan soal, agar mahir dan lancer menyelesaikan soal lainnya. Belajar main
tenis meja tidak mungkin pandai hanya dengan berlatih sekali atau dua kali
saja, tetapi harus berulang-ulang. Tegasnya semua badan yang dipelajari
memerlukan ulangan dan latihan agar dapat dikuasai secara memadai. Dengan kata
lain orang belajar harus ada ulangan dan latihan.[4]
Ì Prinsip
Belajar dalam Prespektif Islam
Proses belajar akan
tercapai dengan mudah jika prinsip belajar dapat dipenuhi. Jika tidak ada, maka
proses belajar akan mengalami kesulitan. Kalaupun dapat dicapai, maka akan
memakan waktu yang cukup lama. Para ahli kejiwaan modern pernah melakukan eksperimen
yang cukup signifikan mengenai proses belajar. Hasil studi itu akhirnya mereka
jadikan sebagai prinsip belajar. Dalam buku “Alqur’an
wa Ulum an Nafs”, Muhammad Ustman Najati (2004: 175) menyinggung, bahwa
sebelum para ahli kejiwaan modern menemukan beberapa prinsip belajar, 14 abad
silam Alqur’an telah mempraktikkan prinsip tersebut dalam mengubah perilaku
manusia, mendidik jiwa mereka, dan membangun kepribadiannya. Di bawah ini akan
diuraikan prinsip-prinsip belajar yang telah dipraktekkan oleh Rosulullah SAW
dalam menyebarluaskan dakwah islam, mengajar, mengarahkan, dan menunjukkan,
kepada para sahabat mengenai hal tersebut.
1. Motivasi
Motivasi merupakan
prinsip yang terpenting dari semua prinsip belajar. Manusia dan hewan biasanya
tidak mau belajar kecuali bila ada persoalan yang dapat membangkitkan
motivasinya untuk mencari solusi dan persoalan itu.
a. Membangkitkan
motivasi dengan janji dan ancaman.
Al-qur’an menggunakan janji dan ancaman
untuk membangkitkan motivasi manusia supaya beriman kepada Allah AWT dan
Rasul-Nya, meyakini ajaran Islam, menjalankan ibadah wajib, menjauhi hal-hal
yang dilarang Allah SWT, berpegang teguh pada jalan yang lurus, dan bertaqwa.
Rosulullah juga melakukan hal yang sama terhadap Al-qur’an, beliau menggunakan
janji dan ancaman untuk membangkitkan motivasi manusia agar mempercayai islam,
beriman kepada Allah SWT, utusan-Nya, kitab-Nya, hari akhir dan perhitungan,
surge dan neraka, meyakini ajaran islam dan menjauhkan diri dari hal-hal yang
dilarang oleh Allah SWT. Salah satu contoh tentang kiat Rosulullah dalam
memberikan pelajar adalah seperti hadits berikut.
“Tidak
(akan terjadi) bagi seorang hamba yang mendirikan shalat lima waktu,. Berpuasa
di bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, dan menjauhi tujuh dosa besar, melainkan
ia akan dibukakan pintu surge. Bahkan ia akan disuruh dengan perkataan masuklah
kamu dengan selamat.” (HR. Nasa’i)
b. Membangkitkan
Motivasi dengan Cerita
Kisah atau cerita dapat mengunggah
konsentrasi dan membangkitkan hasrat untuk menyimak alur kejadiannya. Oleh
karena itu, penggunaan kisah dalam proses pengajaran dan pendidikan merupakan
sesuatu yang signifikan pada semua lapisan masyarakat sejak dahulu. Alquran
menggunakan kisah atau cerita dalam mendidik dan mengarahkan kejiwaan manusia.
Hal ini dapat ditemui pada ungkapan dan hikmah yang digunakan Alquran dalam
proses pengajarannya. Alquran menjelaskan pengaruh kisah atau cerita pada
pendidikan. Dalam surat yusuf ayat 111 allah berfirman yang artinya;
“sesungguhnya
pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai
akal.”
Rasulullah juga menggunakan kisah atau
cerita dalam mendidik kejiwaan para sahabat. Penggunaan kisah atau cerita
menurutnya memiliki peran penting dalm membangkitkan kosentrasi mereka dan
hasrat untuk mendengarkan berbagai pesan dan hikmah yang terkandung dalam kisah
yang disampaikan.
c. Memberi
hadiah
Ajaran islam membolehkan orang tua untuk
memberikan hadiah kepada putra-putrinya manakala mereka mempunyai prestasi yang
cukup gemilang. Menurut Muhammad Utsman Najati (2004: 190), pemberian hadiah
tidak selamanya bersifat materi namun bisa juga berbentuk pujian. Guru
memberikan pujian kepada muridnya sepanjang tidak berlebihan. Selanjutnya
dikatakan, bahwa prinsip belajar juga harus berdasarkan:
·
Jadwal waktu
belajar;
·
Repetisi
(pengulangan);
·
Partisipasi
aktif dan pelatihan praktis;
·
Pemusatan
perhatian;
·
Memanfaatkan
peristiwa penting untuk menggugah perhatian;
·
Membangkitkan
perhatian dengan mengajukan pertanyaan;
·
Memanfaatkan
gambar (alat peraga); dan
·
Belajar secara
bertahap.
2.
Pengulangan
Dalam al-Qur’an kita menemukan pengulangan mengenai beberapa kebenaran
berkaitan dengan akidah dan perkara-perkara ghaib yang ingin diluluhkan
Al-Qur’an didalam hati, seperti keyakinan tauhid.
3.
Perhatian
Perhatian merupakan faktor penting dalam belajar misalnya dalam proses
belajar mengajar (PBM) ia akan dapat memahami informasi-informasi yang terdapat
dalam pengajaran itu. Lebih jauh lagi ia akan dapat mempelajari dan mengingat
pelajaran itu untuk selanjutnya.
4.
Partisipasi aktif
Ketrampilan motorik mengharuskan siswa melakukan ketrampilan tersebut
secara sungguh-sungguh serta melatihnya hingga mahir. Latihan praktis tidak
hanya penting dalam mempelajari ketampilan motorik saja, tetapi juga dalam
mempelajari ilmu-ilmu teoritis yaitu dalam mempelajari akhlak, keutamaan,
nilai-nilai dan etika bermasyarakat. Wudlu dan melaksankan sholat pada
waktu-waktu tertentu setiap hari mengajari orang muslim kebersihan, ketaatan,
keteraturan, kesabaran dan ketekunan. Shoum juga mengajari orang-orang muslim
ketaatan dan kesabaran dalam menanggung kesulitan.
5.
Pembagian belajar
Beberapa studi eksperimen yang diadakan para psikolog modern mengungkapkan
bahwa belajar yang dihasilkan dengan menggunakan metode pembagian itu lebih
utama ketimbang belajar yang dihasilkan dengan metode terpusat. Metode terpusat
adalah metode belajar yang tuntas dalam rentang waktu yang bersambungan tanpa
diselingi waktu istirahat. Prinsip ini sudah diterapkan dalam Al-Qur’an, sebab
Al-Qur’an diturunkan dalam sela waaktu yang berjauhan dari rentang masa yang
panjang sekitar 23 tahun. Hal itu menjadikan manusia dapat mempelajari
Al-Qur’ab dengan gampang dan dapat memahami kandungannya. Jika Al-Qur’an
diturunkan sekaligus, niscaya sulit untuk mempelajari serta memahami makna dan
tujuan Al-Qur’an.
6.
Perubahan perilaku
secara bertahap
Melepaskan beberapa kebiasaan buruk yang sudah mengakar sekian lama
sehingga kebiasaan buruk itu mendarah daging dalam perilaku kita bukanlah
sesuatu yang enteng. Sebab, hal itu membutuhkan kemauan kuat, kesungguhan yang
besar dan latihan yang panjang. Oleh sebab itu cara yang paling baik yang dapat
diikuti untuk menanggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang sudah mengakar adalah
berupaya untuk melepaskannya secara bertahap. Dalam memperbaiki
kebiasaan-kebiasaan buruk islam mengikuti dua metode :
·
Metode pertama :
menagguhkan perbaikan kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut sampai keimanan
menguat dalam kalbu orang-orang muslim.
·
Metode kedua : yang
dipergunakan Al-Qur’an dalam memperbaiki kebiasaan-kebiasaan buruk adalah
melatih kesiapan mental kaum muslimin untuk menanggalkan kebiasaan-kebiasaan
buruk tersebut. Ini dilakukan dengan jalan membentuk respons yang berlawanan
secara bertahap dengan respons yang dituntut untuk dilepaskan.[5]
3.
Tujuan Belajar dan Arti Pentingnya
Menurut Islam
§ Tujuan
Belajar
Belajar
merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Kompleksitas belajar tersebut dapat
dipandang dari dua subjek, yaitu dari siswa dan dari guru. Dari segi siswa,
belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami proses mental dan
menghadapi bahan belajar. Bahan belajar tersebut berupa keadaan alam, hewan,
tumbuh-tumbuhan, manusia, dan bahan yang telah terhimpun dalam buku-buku
pelajaran. Dari segi guru, proses belajar tersebut tampak sebagai perilaku
belajar tentang suatu hal. Belajar merupakan proses internal dan kompleks. Yang
terlibat dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental yang meliputi
ranah-ranah kognitif, efektif, dan psikomotorik. Proses belajar yang
mengaktualisasikan ranah-ranah tersebut tertuju pada bahan belajar tertentu.
Dalam
firman Allah SWT :
Artinya:
”Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam
majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (Qs. Al-mujadalah : 11).
§ Arti
Penting Belajar
Agama
islam sangat menganjurkan kepada manusia untuk selalu belajar. Bahkan islam
mewajibkan kepada setiap orang yang beriman untuk belajar. Perlu diketahui
bahwa setiap apa yang dikerjakan, pasti dibaliknya terkandung hikmah atau
sesuatu yang penting bagi manusia. Beberapa hal penting yang berkaitan dengan
belajar antara lain:
1. Bahwa orang yang belajar akan
mendapatkan ilmu yang dapat digunakan untuk memecahkan segala masalah yang
dihadapinya di kehidupan dunia
2. Manusia dapat mengetahui dan
memahami apa yang dilakukannya karena Allah sangat membenci orang yang tidak
memiliki pengetahuan akan apa yang dilakukannya karena setiap apa yang diperbuat
akan dimintai pertanggungjawabannya.
3. Dengan ilmu yang dimilikinya, mampu
mengangkat derajatnya di mata Allah. Belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia
dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diukur, yang dapat diamati adalah stimulus dan
respon.[6]
4.
Konsep Belajar Menurut Pakar Islam
ü
Imam Al-Ghazali
Menurut
Al-Ghazali proses belajar adalah usaha orang itu untuk mencari ilmu karena itu
belajar itu sendiri tidak terlepas dari ilmu yang akan dipelajarinya. Berkaitan
dengan ilmu, Al-Ghazali berpendapat ilmu yang dipelajari dapat dari dua segi, yaitu
ilmu sebagai proses dan ilmu sebagai objek.
Pertama, sebagai proses, Al-Ghazali megklasifikasikan
ilmu menjadi tiga. Pertama ilmu
hissiyah yakni ilmu yang didapatkan melalui penginderaan, misalnya seseorang
belajar melalui alat pendengaran, penciuman, maupun penglihatan. Kedua, ilmu
Aqliyah yakni ilmu yang didapatkan melalui kegiatan berfikir, misalnya masalah
teoritis yang berhubungan dengan hal-hal abstrak maupun non-abstrak. Ketiga,
ilmu Ladunni yakni ilmu yang didapatkan langsung dari Tuhan tanpa melalui
proses penginderaan maupun berfikir melainkan melalui hati dalam bentuk ilham.
Kedua, sebagai objek, Al-Ghazali membagi ilmu
menjadi tiga macam. Pertama, ilmu
pengetahuan yang tercela secara mutlak baik sedikit maupun banyak seperti
sihir. Kedua, ilmu pengetahuan yang
terpuji baik sedikit maupun banyak. Dan Ketiga,
ilmu pengetahuan yang dalam kadar tertentu terpuji tetapi bila mendalaminya
tercela seperti ilmu ketuhanan, cabang ilmu filsafat. Karena bila ilmu-ilmu
tersebut didalami akan menimbulkan kekufuran.
Menurut
Al-Ghazali ilmu terdiri dari dua jenis, yaitu ilmu kasbi dan ilmu ladunni. Ilmu
asbi adalah cara berfikir sistematik dan metodik yang dilakukan secara
konsisten dan bertahap melalui proses pengamatan, penelitian, percobaan dan
penemuan. Ilmu Ladunni adalah ilmu yang diperoleh orang-orang tertentu dengan
tidak melalui proses perolehan ilmu pada umumnya tetapi melalui proses
pencerahan oleh hadirnya cahaya ilahi dalam qalbu. Menurut Al-Ghazali
pendekatan belajar dalam menuntut ilmu dapat dilakukan dengan dua pendekatan,
yaitu pendekatan ta’lim insani dan ta’lim rabbani.
Pendekatan
ta’lim insani adalah belajar dengan bimbingan manusia. Pendekatan ini merupakan
cara umum yang dilakukan orang, dan biasanya dilakukan dengan menggunakan
alat-alat inderawi yang diakui oleh orang-orang berakal. Taklim Insani dibagi
menjadi 2 yaitu:
a.
Proses eksternal melalui belajar mengajar
Dalam proses
belajar mengajar sebenarnya tejadi aktivitas eksplorasio pengetahuan sehingga
menghasikan perubahan-perubahan perilaku. Seorang guru mengeksplorasi ilmu yang
dimilikinya untuk diberikan kepada muridnya, sedangkan murid menggali ilmu dari
gurunya agar ia mendapatkan ilmu.
b.
Proses internal melalui proses tafakur
Tafakur
diartikan dengan membaca realitas dalam berbagai dimensinya wawasan spiritual
dan penguasaan pengetahuan hikmah. Proses tafakur ini dapat dilakukan apabila
jiwa dalam keadaan suci. Dengan membersihkan qalbu dan mengosongkan egoisme dan
keakuannya ke titik nol, maka ia berdiri dihadapan Tuhan, seperti seorang murid
berhadapan dengan seorang guru. Tuhan hadir membukakan pintu kebenaran dan
manusia masuk kedalamnya. Menuntut ilmu harus melalui proses berfikir terhadap
alam semesta karena ilmu itu sendiri merupakan hasil dari proses berfikir
(jalaluddin, 1996).
ü Al-Zarnuji
Al-Zarnuji membagi ilmu pengetahuan dalam empat
kategori:
a.
Pertama, ilmu Fardhu ’ain yaitu ilmu yang wajib
di pelajari oleh setiap muslim secara individual. Pertama yang harus dipelajari
adalah ilmu tauhid yaitu ilmu yang menerangkan keesaan Allah SWT beserta
sifat-sifatnya. Baru kemudian mempelajari ilmu fiqih, shalat, zakat, haji dan
lain-lain kesemuanya berkaitan dengan tata cara beribadah kepada Allah SWT.
b.
Kedua, ilmu fardhu kifayah yaitu ilmu yang
kebutuhannya hanya dalam saat-saat tertentu saja, misalnya ilmu shalat jenazah.
Dengan demikian, seandainya ada sebagian penduduk kampung telah melaksanakan
fardhu kifayah tersebut, maka gugurlah kewajiban bagi yang lainnya. Namun
sebaliknya, bila tidak maka semuanya berdosa.
c.
Ketiga, Ilmu haram yaitu ilmu yang haram untuk
dipelajari, seperti ilmu nujum (ilmu perbintagan yang biasanya digunakan untuk
meramal) Sebab, hal itu sesungguhnya tiada bermanfaat dan justru membawao
marabahaya, karena lari dari kenyataan takdir Allah SWT tidak akan mungkin
terjadi.
d.
Keempat, ilmu jawas yaitu ilmu yang yang hukum
mempelajarinya boleh karena bermanfaat bagi manusia. Misalnya ilmu kedokteran,
yang dengan mempelajarinya akan diketahui sebab dari segala sebab (sumber
penyakit). Hal ini diperbolehkan karena Rasulallah SAW sendiri juga berobat.[7]
BAB III
PENUTUP
·
Kesimpulan
Proses belajar akan tercapai dengan mudah jika
prinsip belajar dapat dipenuhi. Jika tidak ada, maka proses belajar akan
mengalami kesulitan. Kalaupun dapat dicapai, maka akan memakan waktu yang cukup
lama. Para ahli kejiwaan modern pernah melakukan eksperimen yang cukup
signifikan mengenai proses belajar. Hasil studi itu akhirnya mereka jadikan
sebagai prinsip belajar. Dalam buku “Alqur’an
wa Ulum an Nafs”, Muhammad Ustman Najati (2004: 175) menyinggung, bahwa
sebelum para ahli kejiwaan modern menemukan beberapa prinsip belajar, 14 abad
silam Alqur’an telah mempraktikkan prinsip tersebut dalam mengubah perilaku
manusia, mendidik jiwa mereka, dan membangun kepribadiannya.
Adapun prinsip-prinsip belajar yang telah
dipraktekkan oleh Rosulullah SAW dalam menyebarluaskan dakwah islam, mengajar,
mengarahkan, dan menunjukkan, kepada para sahabat diantaranya: motivasi,
pengulangan, perhatian, partisipasi
aktif, pembagian belajar dan perubahan perilaku secara bertahap seperti yang
sudah dibahas dalam bab II diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Sopiatin Popi,
Sahrani Sohari. Psikologi Belajar dalam Perspektif Islam. 2011. Bogor:
Ghalia Indonesia.
M. Dalyono. Psikologi
Pendidikan. 1997. Jakarta: Rineka
Cipta.
Belajar dalam
Perspektif Islam, http://kartika-d.blogspot.com/2013/07/belajar-dalam-perspektif-islam.html
diakses pada pukul 17.57 tgl 01-10-2014
Dhiek Nindiey, Prinsip
Belajar dalam Perspektif AL-Quran, http://dhexnindiey. blogspot.com/2012/04/artikel.html
diakses pada tanggal 29-09-2014
[1]Konsep Belajar Menurut Islam, Al-Ghozali dan AL-Zarnuji , http://aliminiaincirebon. blogspot.com/2012/12/konsep-belajar-menurut-islam-imam-al.html
diakses pada pkl 18.01 tgl 01-10-2014
Mujabgs56, Teori Belajar Menurut Islam, http://mujabgs57.blogspot.Com
/2012/04/teori-belajar-menurut-islam.html diakses pada pkl 18.03 tgl 01-10-2014
[1] Popi Sopiatin,
Psikologi Belajar dalam Perspektif Islam , (Bogor: Ghalia Indonesia,
2011), hal 34.
[2] Belajar dalam Perspektif Islam, http://kartika-d.blogspot.com/2013/07/belajar-dalam-perspektif-islam.html
diakses pada pukul 17.57 tgl 01-10-2014
[4] M. Dalyono, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,
1997) hal: 51-55
[5]Dhiek Nindiey, Prinsip Belajar dalam Perspektif AL-Quran, http://dhexnindiey.blogspot. com/2012/04/artikel.html
diakses pada tanggal 29-09-2014
[6]Konsep Belajar Menurut Islam, Al-Ghozali dan AL-Zarnuji , http://aliminiaincirebon.
blogspot.com/2012/12/konsep-belajar-menurut-islam-imam-al.html
diakses pada pkl 18.01 tgl 01-10-2014
[7] Mujabgs56,
Teori Belajar Menurut Islam, http://mujabgs57.blogspot.com/2012/04/teori-belajar-menurut-islam.html
diakses pada pkl 18.03 tgl 01-10-2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar