Pages

Kamis, 08 September 2016

KONSEP DASAR MANAJEMEN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM


KONSEP DASAR MANAJEMEN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

Disusun Oleh :
Fatimah Azzahra Mutmainnah       12420007
Ari Nur Wijayanti                          12420010



JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Membahas konsep manajemen lembaga pendidikan Islam akan timbul beberapa asumsi pemahaman tentang penyelenggaraan lembaga pendidikan Islam itu sendiri. Hal ini disebabkan lembaga pendidikan mempunyai karakteristik tersendiri sesuai dengan core value yang dikembangkannya. Nilai-nilai inti yang menjadi ajaran Islam inilah yang akan mewarnai proses pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan Islam. Perilaku manajerial dalam mengelola lembaga pendidikan Islam harus senantiasa didasarkan pada ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadis serta praktik-praktik keteladanan yang diberikan oleh para ulama dan pemimpin Islam.[1]
Perkembangan lembaga pendidikan Islam yang begitu pesat secara kuantitatif, sayangnya tidak dibarengi masifnya kekuatan pengelolaan. Ini memunculkan kesan dari kalangan pengamat, termasuk Zuhri (1994) yang menilai bahwa perkembangan lembaga pendidikan Islam yang mencapai ribuan itu hanya terbatas pada jumlah diatas kertas. Artinya pengelolaan lembaga pendidikan Islam tersebut sesungguhnya dibawah kendali orang-orang tertentu, bukan oleh dan atas nama lembaga pendidikan Islam itu sendiri. Karena itu, dalam persoalan selanjutnya berakibat pada sistem pengelolaannya yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab pendiri karena sudah menjadi hak milik baik secara pribadi maupun atas nama yayasan yang didirikan oleh sang pemilik. Karena itu dalam kenyataannya lembaga pendidikan Islam tidak bisa secara leluasa melakukan pengelolaan sebagaimana organisasi seperti Muhammadiyah.
Dalam kenyataannya sekarang ini, lembaga pendidikan Islam masih sulit dalam menerjemahkan kewenangan otonom yang diembannya. Sebab dengan sistem pengelolaan seperti itu, tentu saja akan memepersulit tugas lembaga pendidikan Islam dalam melakukan pembaharuan organisasi. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan bisa jadi tidak diindahkan oleh pengelola apabila mengarah pada intervensi atau pengurangan hak-hak pengelolaan dari para pendiri atau pengurus yayasan. [2]
B.   Rumusan Masalah
                              1.            Apa pengertian Lembaga Pendidikan Islam?
                              2.            Jelaskan klasifikasi manajemen pengembangan Lembaga Pendidikan Islam!
                              3.            Bagaimana  proses manajemen Lembaga Pendidikan Islam?
                              4.            Apa strategi pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam?














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengertian lembaga ialah badan (organisasi) yang tujuannya melakukan sebuah penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha.[3]Menurut ensiklopedi Indonesia, lembaga pendidikan yaitu suatu wadah pendidikan yang dikelola demi mencapai hasil pendidikan yang diinginkan.Badan pendidikan sesungguhnya termasuk pula dalam alat-alat pendidikan, jadi badan/lembaga pendidikan yaitu organisasi atau kelompok manusia yang karena sesuatu dan lain hal memikul tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan agar proses pendidikan dapat berjalan dengan wajar.
Secara terminology lembaga pendidikan Islam adalah suatu wadah, atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam, lembaga pendidikan itu mengandung konkirit berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma- norma dan peraturan-peraturan tertentu, serta penanggung jawab pendidikan itu sendiri.[4]
B.     Klasifikasi Manajemen Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam
Secara umum, ada beberapa hal yang menjadi substansi manajemen pengembangan lembaga pendidikan Islam, yaitu manajemen kurikulum dan manajemen personalia, manajemen peserta didik, manajemen administrasi sekolah/madrasah, manajemen sarana dan prasarana, manajemen keuangan atau pembiayaan, serta manajemen partisipasi masyarakat. Adapun uraian lebih lanjut dijabarkan sebagai berikut:
                                1.            Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran
Manajemen kurikulum dan pembelajaran adalah salah satu bidang manajemen pendidikan yang sangat penting. Hal ini disebabkan bahwa seluruh aspek kegiatan dari substansi pengelolaan pendidikan sesungguhnya bermuara pada pencapaian manajemen bidang kurikulum ini. Manajemen personalia, manajemen peserta didik, manajemen administrasi sekolah/madrasah, manajemen sarana dan prasarana, manajemen keuangan atau pembiayaan, serta manajemen partisipasi masyarakat, sesungguhnya dilakukan dalam rangka mencapai kegiatan manajemen kurikulum ini dan pembelajaran ini. Itulah sebabnya, masyarakat pendidikan harus memahami dengan benar apa yang dimaksud dengan kurikulum. Pemahaman yang benar tentang konsep ini akan memberikan pengaruh positif bagi tinggi rendahnya daya dukung mereka terhadap kegiatan pendidikan.
Dalam pengertian konvensional, kurikulum sering dimaknai sebagai seperangkat mata peajaran yang harus ditempuh atau diterima peserta didik untuk memperoleh ijazah. Pandangan demikian berimplikasi pada kegiatan pembelajaran berorientasi untuk penuntasan materi, sehingga kompetensi lulusan yang dihasilkan hanya berbekal kecakapan kognitif belaka. Implikasi selain itu, kegiatan belajar-mengajar sering berpusat pada guru, sehingga keterlibatan aktif peserta didik menjadi terbengkalai.
Sedangkan Saylor dan Alexander seperti dikutip Tim Pakar (2003: 26) mengatakan “the curriculum is the sum total of the school’s effort to influence learning whether in the classroom, on the playground or out school.” Dari situ dapat dipahami bahwa semua usaha sekolah/madrasah untuk mempengaruhi peserta didik dapat belajar dinamakan kurikulum.
Paparan kurikulum dari Tim Pakar Manajemen Universitas Negeri Malang (2003). Suryobroto (2004) maupun Oemar Hamalik (2006 dan 2007) ini setidaknya memunculkan tiga macam gambaran kurikulum, yaitu:
1)      Separated Subject Curriculum
Kurikulum ini hanya menyajikan bahan pelajaran dalam berbagai macam mata pelajaran (subjects) yang terpisah-pisah satu sama lain, seakan-akan ada batas dan dikotomis antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain antara kelas satu dengan kelas yang lain. Dalam kondisi demikian, maka sulit bagi peserta didik untuk mempunyai pemahaman yang komprehensif terhadap sebuah disiplin pengetahuan tertentu.


2)      Correlated Curriculum
Kurikulum jenis ini menghendaki agar mata pelajaran satu dengan yang lain ada hubungan atau bersangkut paut (correlated), meskipun batas-batas yang satu dengan yang lain masih dipertahankan.
3)      Integrated Curriculum
Kurikulum ini diorganisasikan dalam bentuk unit-unit tanpa adanya mata pelajaran atau bidang studi. Pembelajaran dilakukan dengan unit teaching dan materinya menggunakan unit lesson. Dalam pelaksanaan integrated curriculum segala bentuk yang dipelajari peserta didik merupakan inti yang berkaitan erat dengan kehidupannya, bukan fakta yang terlepas satu sama lain dari konteks yang sebenarnya dalam kehidupannya.
Dari penjelasan teoritis itu, bahwa yang dimaksud dengan manajemen kurikulum dan pembelajaran adalah usaha sistematis yang dilakukan pihak sekolah/madrasah dalam merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan dan mengawasi kegiatan pelaksanaan kurikulum dan pembelajaran sebagai strategi yang dilakukan sekolah/madrasah dalam mengadaptasi proses pewarisan kultur (budaya), baik yang terjadi di dalam, maupun diluar sekolah/madrasah dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Ruang lingkup studi tentang manajemen pengembangan kurikulum menurut Hamalik, (2006: 21-22), meliputi beberapa hal, yakni: manajemen perencanaan dan pengembangan kurikulum, manajemen pelaksanaan kurikulum, supervisi pelaksanaan kurikulum, pemantauan dan penilaian kurikulum, perbaikan kurikulum, desentralisasi pengembangan kurikulum dan masalah ketenagaan.
Dalam konteks manajemen kurikulum dan pembelajaran pada tingkat lembaga pendidikan (sekolah/madrasah), tugas seorang kepala sekolah/madrasah sebagai leader dan administrator dalam melakukan manajemen kurikulum dan pembelajaran dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu (1) tugas kepala sekolah/madrasah sebagai pimpinan suatu pendidikan dalam mengelola kegiatan belajar mengajar (KBM), dan (2) tugas kepala sekolah/madrasah sebagai pimpinan satuan pendidikan dalam mengarahkan guru-guru dalam menyusun kegiatan mengajar.[5]

                                2.            Manajemen Personalia
Dalam lembaga pendidikan, personalia (sumber daya manusia) terlebih kepala sekolah/madrasah memiliki peran vital. Sebagai puncak pimpinan tertinggi dan pnanggung jawab pelaksanaan otonomi pendidikan di tingkat sekolah/madrasah, ia memiliki peran sentral dalam pengelolaan personalia. Beberapa prinsip dasar manajemen personalia, yang harus dijadikan pedoman kepala sekolah/madrasah adalah:
a.       Dalam mengembangkan sekolah/madrasah, sumber daya manusia adalah komponen paling berharga.
b.      Sumber daya manusia akan berperan secara optimal, jika dikelola dengan baik, sehingga mendukung tercapainya tujuan institusi.
c.       Kultur, dan suasana organisasi sekolah/madrasah, serta perilaku manajerialnya sangat berpengaruh pada tujuan pengembangan sekolah/madrasah.
d.      Manajemen personalia di sekolah/madrasah pada prinsipnya mengupayakan agar setiap warga (guru, staf administrasi, peserta didik, orang tua, dan stakeholders) dapat bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan sekolah/madrasah. (Hasbullah, 2006:113)
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah teknik atau prosedur yang berhubungan dengan pengelolaan SDM di dalam suatu organisasi. Pengelolaan dan pendayagunaan personalia sekolah/madrasah (SDM), baik tenaga edukatif maupun tenaga administratis secara efektif dan efisien banyak tergantung pada kemampuan kepala sekolah/madrasah baik sebagai manajer dan pemimpin pada lembaga pendidikan tersebut. (Suryobroto, 2004:86). Manajemen sumber daya manusia, secara garis besar memiliki fungsi dan aktifitas pokok yang diterapkan oleh segenap organisasi atau lembaga pendidikan, antara lain:
1)      Perencanaan kebutuhan sumber daya manusia
2)      Pengadaan staf atau sumber daya manusia
3)      Penilaian dan kompensasi
4)      Pelatihan dan pengembangan
5)      Penciptaan dan pembinaan hubungan kerja yang efektif. (Imron, 2003:69)[6]

                                3.            Manajemen Peserta Didik
Suryobroto memberi batasan definisi manajemen peserta didik, sebagai berikut:
Manajemen peserta didik menunjuk pada pekerjaan-pekerjaan atau kegiatan-kegiatan pencatatan murid, semenjak dari proses penerimaan sampai saat murid meninggalkan sekolah/madrasah itu.
Dari penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa mnajemen peserta didik adalah upaya penataan peserta didik, mulai dari masuk sampai dengan mereka lulus sekolah/madrasah, dengan cara memberikan layanan sebaik mungkin kepada peserta didik. Tujuannnya adalah mengatur kegiatan-kegiatan peserta didik agar menunjang proses pembelajaran, sehingga dapat berjalan lancar, tertib, dan teratur, serta dapat memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan yang ditetapkan.
Tujuan manajemen peserta didik adalah mengatur kegiatan-kegiatan peserta didik agar kegiatan tersebut menunjang proses pembelajaran, sehingga dapat berjalan lancar, tertib dan teratur serta dapa memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan yang ditetapkan. Sedangkan fungsi manajemen peserta didik (PMD) adalah sebagai wahana bagi peserta didik untuk mengembangkan diri seoptimal mungkin, baik dari segi individualitas, sosial, aspirasi, kebutuhan atau potensi lainnya.
Adapun prinsip-prinsip manajemen peserta didik, antara lain (a) manajemen kesiswaan merupakan bagian dari keseluruhan manajemen sekolah/madrasah, (b) kegiatan manajemen peserta didik harus mengemban misi pendidikan, (c) manajemen peserta didik diupayakan mendorong dan memacu kemandirian peserta didik, (d) kegiatan manajemen peserta didik harus dipandang sebagai upaya pengaturan terhadap pembimbingan peserta didik, (e) kegiatan manajemen peserta didik bersifat fungsional bagi kehdupan peserta didik di sekolah/madrasah, terlebih di masa depan. Oleh karena itu, guru dan kepala sekolah/madrasah harus memiliki tanggung jawab penuh membawa peserta didik ke arah yang diidamkan oleh masyarakat sesuai dengan kodrat dan karakteristiknya masing-masing.
Tim pakar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Malang mengidentifikasi beberapa ruang lingkup manajemen peserta didik sebagai berikut:
a)        Perencanaan peserta didik, termasuk di dalamnya adalah  school census, school size, dan effective class.
b)        Penerimaan peserta didik, meliputi penentuan kebijakan penerimaan peserta didik, sistem penerimaan peserta didik, kriteria penerimaan peserta didik, prosedur penerimaan peserta didik, pemecahan problem-problem peserta didik.
c)        Orientasi peserta didik baru, meliputi pengaturan-pengaturan, antara lain: hari-hari pertama peserta didik disekolah/madrasah, pekan orientasi peserta didik, pendekatan yang dipergunakan dalam orientasi peserta didik dan teknik-teknik orientasi peserta didik. 
d)       Mengatur kehadiran dan ketidak hadiran  peserta didik di sekolah/madrash. Termasuk didalamnya adalah peserta didik yang membolos, terlambat datang dan meninggalkan sekolah/madrasah sebelum waktunya.
e)        Mengatur pengelompokan peserta didik, baik yang berdasarkan fungsi persamaan maupun berdasrakan fungsi perbedaan
f)         Mengatur evaluasi peserta didik, baik dalam rangka memperbaiki proses belajar-mengajar, bimbingan dan penyuluhan maupun untuk kepentingan promosi peserta didik.
g)        Mengatur kenaikan tingkat peserta didik.
h)        Mengatur peserta didik yang mutasi dan drop out.
i)          Mengatut kode etik, pengadilan dan peningkatan disiplin peserta didik.
j)          Mengatur layanan pendidikan peserta didik, dan
k)        Mengatur organisasi peserta didik.[7]

                                4.            Manajemen Administrasi Sekolah
Administrasi dalam perspektif manajemen, dipandang mempunyai peran penting sebagai “prevoyange” atau kemampuan melihat masa depan. Hal ini berarti administrasi dinilai mampu melihat keadaan masa yang akan datang dan mempunyai kesiapan untuk menghadapinya. Hal demikian pernah ditegaskan oleh Ali bin Abi Thalib, sebagaimana perkataannya berikut ini:
علموا أولادكم غير ما علمتم فإنهم خلقوا لزمن غير زمانكم
Artinya: “Didiklah anak-anak kalian tidak seperti didikan kalian sendiri, oleh karena itu, mereka diciptakan untuk generasi zaman yang berbeda dengan generasi zaman yang kalian”. (Arifin, 1991: 114)
Dengan demikian, hakikat manajemen adalah merupakan suatu rangkaian tindakan yang bermaksud untuk mencapai hubungan kerja sama yang rasional dalam suatu sistem administrasi. Wujud dari hubungan administrasi dengan manajemen pendidikan tampak pada aktifitas kepala sekolah/madrasah sebagai pembuat kebijakan yang dibuatnya itu. Dilihat dari tata urutannya, aktifitas administrasi diperasionalkan oleh manajemen yang digerakkan oleh kepemimpinan (leadership). [8]

                                5.            Manajemen Sarana dan Prasarana
Manajemen sarana dan prasarana adalah suatu kegiatan bagaimana mengatur dan mengelola sarana dan prasarana pendidikan secara efisien dan efektif dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Tim Pakar Manajemen Universitas Negeri Malang, manajemen sarana prasarana adalah “proses kerjasama pendayagunaan semua sarana dan prasarana pendidikan secara efektif dan efisien.”Pengadaan sarana dan prasarana bisa ditempuh dengan cara (a) pembelian dengan biaya dari pemerintah, (b) pembelian dengan biaya SPP, atau (c) bantuan dari masyarakat pengguna pendidikan. [9]

                                6.            Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan atau pembiayaan merupakan serangkaian kegiatan perencanaan, melaksanakan dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah (Mulyasa, 2005:47). Dalam operasionalisasi pendidikan, masalah dana merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tidak dipisahkan dari kajian manajemen pendidikan. Adapun yang dimaksud biaya (cost) adalah seluruh dana baik langsung maupun tidak langsung, diperoleh dari berbagai sumber (pemerintah, masyarakat dan orang tua) yang diperuntukkan bagi penyelenggaraan sekolah. (Sagala, 2007:223).
Tujuan dari manajemen keuangan atau pembiayaan adalah selain menciptakan efisiensi keuangan atau pembiayaan adalah selain menciptakan efisiensi keuangan di semua pos kebutuhan, juga sebagai bentuk pertanggungjawaban para pejabat tingkat sekolah/madrasah kepada masyarakat dan pemerintah. Secara garis besar, pengeluaran dari suatu sekolah/madrasah dapat dibagi menjadi dua, yakni pembiayaan rutin dan pembiayaan pembangunan. Pembiayaan rutin adalah biaya yang harus dikeluarkan dari tahu ke tahun, seperti gaji pegawai (guru dan non-guru), biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung, fasilitas dan alat pengajaran. Sementara pembiayaan pembangunan, misalnya biaya pembelian atau pengembangan tanah, pembangunan gedung, perbaikan gedung, penambahan furniture, serta biaya pengeluaran lain untuk barang-barang yang tidak habis pakai.[10]

                                7.            Manajemen Hubungan Masyarakat (Humas)
Humas merupakan fungsi manajemen yang diadakan untuk menilai dan menyimulkan sikap-sikap publik, menyesuaikan policy dan prosedur instansi atau organisasi untuk mendapatkan pengertian dan dukungan masyarakat. (Hasbullah, 2006: 124). Kegiatan kehumasan di sekolah/madrasah, tidak hanya cukkup menginformasikan fakta-fakta tertentu dari sekolah/madrasah, melainkan juga harus mengemukakan beberapa hal berikut:
a.       Melaporkan tentang pikiran-pikiran yang berkembang dalam masyarakat tentang masalah pendidikan.
b.      Membantu kepala sekolah/madrasah bagaimana usaha untuk memperoeh bantuan dan kerja sama.
c.       Menyusun rencana bagaimana cara-cara memperoleh bantuan.[11]
C.     Proses Manajemen Lembaga Pendidikan Islam
Proses manajemen yang bisa dilaksanakan dalam lembaga pendidikan Islam adalah planning, organizing, actuating, controlling (POAC):
                                1.            Perencanaan Lembaga Pendidikan Islam
Perencanaan adalah langkah pertama yang harus diperhatikan oleh manajer dam para pengelola pendidikan Islam. Tanpa perencanaan yang baik, lembaga pendidikan Islam tidak akan maju dan berkualitas. Berkaitan dengan perencanaan ini, Allah memberikan arahan bahwa setiap orang yang beriman dan bertakwa hendaknya memerhatikan hari esok. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah SWT dalam surah Al-Hasyr (59), sebagai berikut:
يأيهاالذين آمنوا اتّقوا الله و لتنظر نفس ما قدّمت لغد 
واتّقوا الله إنّ الله خبير بما تعملون
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan ”
Perencanaan pendidikan yang ada di sekolah atau madrasah dapat dibuat oleh kepala sekolah/madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikannya. Perencanaan yang dibuat harus berkaitan dengan (a) penentuan tujuan dan maksud-maksud organisasi, (b) prakiraan-prakiraan lingkungan dimana tujuan hendak dicapai, dan (c) penetapan pendekatan dalam kerangka tujuan dan maksud organisasi yang hendak dicapai. (Hicks & Gullet, 1981).
Perencanaan lembaga pendidikan Islam adalah proses pengambilan keputusan atas sejumlah alternatif mengenai sasaran dan cara-cara yang akan dilaksanakan oleh lembaga pendidikan Islam di masa yang akan datang guna mencapai tujuan yang dikehendaki serta pemantauan dan penilaiannya atas hasil pelaksanaannya yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Berdasarkan proses tersebut terdapat tiga kegiatan yang harus dilaksanakan yaitu (a) menilai situasi dan kondisi saat ini, (b) merumuskan dan menetapkan situasi dan kondisi yang diinginkan (yang akan datang), dan (c) menentukan apa saja yang perlu dilakukan untuk mencapai keadaan yang diinginkan.[12]
                                2.            Pengorganisasian Lembaga Pendidikan Islam
Kegiatan menyusun berbagai elemen dalam sebuah lembaga pendidikan maupun instansi merupakan kegiatan manajemen yang secara khusus disebut sebagai pengorganisasian. Hal ini makin memperjelas bahwa diantara fungsi manajemen adalah menyusun dan membentuk berbagai unit untuk menjadi sebuah tim yang solid. Apabila terjadi kesatuan kekuatan dari berbagai hubungan kerja dari berbagai elemen sistem untuk mencapai tujuan dalam lembaga maupun organisasi, manajemen dianggap berhasil. Pengorganisasian dalam lembaga pendidikan Islam mempunyai posisi yang sangat penting dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah/madrasah. Proses pengorganisasian ini akan menentukan sebuah teamwork yang baik. [13]
                                3.            Pelaksanaan (Actuating) dalam Lembaga Pendidikan Islam
Dalam pelaksanaan fungsi actuating, manejer berperan penting dalam menggerakkan seluruh civitas akademika di sekolah/madrasah agar mampu melaksanakan tugas, peran, dan tanggung jawabnya dengan baik dan disertai dengan motivasi tinggi. Menggerakkan dan membangkitkan semangat merupakan salah satu dari asma Allah, yaitu Al-Ba’ist yang berarti membangkitkan. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan harus mampu membangkitkan semangat kerja para guru dan staf untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dan madrasah.
                                4.            Pengawasan Lembaga Pendidikan Islam
Pengawasan (controlling) atau juga disebut dengan pengendalian merupakan bagian akhir dari fungsi manajemen. Fungsi manajemen yang dikendalikan adalah perencanaan, pengorganisasian, penggerakan atau pelaksanaan, dan pengendalian itu sendiri. Proses pengawasan paling sedikit terdiri dari lima tahap, yaitu: (1) penetapan standar pelaksanaan (perencanaan), (2) penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan, (3) pengukuran pelaksanaan kegiatan, (3) pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata, (4) perbandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisisan penyimpangan-penyimpangan, dan (5) pengembangan tindakan koreksi bila perlu (Handoko, 1997:363).[14]

D.    Strategi Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam
Berdasarkan orientasi pendidikan Islam tersebut−yang tampaknya berdimensi ganda−lembaga pendidikan Islam dalam semua bentuknya (pesantren, madrasah, sekolah, serta perguruan tinggi) harus dikelola dengan strategi tertentu yang mampu menyehatkan keberadaan lembaga-lembaga tersebut, bahkan dapat mengantarkan pada kemajuan yang signifikan.
Namun, strategi yang dipilih harus mempertimbangkan berbagai kondisi yang dirasakan lembaga pendidikan Islam itu, sehingga menjadi strategi yang fungsional. Suatu strategi yang benar-benar mampu menyelesaikan masalah-masalah yang sedang dihadapi sehingga ia dapat berfungsi layaknya resep yang mujarab dalam mengatasi berbagai masalah. Strategi semacam itu harus berbentuk langkah-langkah operasional yang dapat dipraktikkan dengan suatu mekanisme tertentu yang memberikan jalan keluar.
Sebelum sampai pada strategi yang detail, perlu ada perhatian tertentu pada skala prioritas guna memantapkan langkah dalam mengelola lembaga pendidikan Islam. H.A.R Tilaar menyarankan bahwa pengelolaan pendidikan Islam sebaiknya meliputi empat langkah bidang prioritas berikut ini:
a.                   Peningkatan kualitas,
b.                  Pengembangan inovasi dan kreativitas,
c.                   Membangun jaringan kerja sama (networking), dan
d.                  Pelaksanaan otonomi daerah.
Skala prioritas ini dibutuhkan karena banyaknya problem yang dihadapi lembaga pendidikan Islam, seperti problem akademik, fisik, cultural, dan sebagainya. Skala prioritas ini menyeleksi problem-problem yang ada berdasarkan tingkat keharusan untuk diatasi (emergency), peranannya terhadap eksistensi lembaga, maupun kemajuan lembaga.
Dengan skala prioritas itu, berarti ada upaya untuk memfokuskan penanganan masalah agar tidak setengah-setengah dalam menangani pengelolaan lembaga. Apalagi jika disadari bahwa masing-masing komponen tersebut di samping terkait satu sama lainnya, juga memiliki rincian detail yang masing-masing membutuhkan penanganan khusus.
Dalam hal ini, Imam Suprayogo menyatakan bahwa dalam mengembangkan kualitas lembaga pendidikan setidaknya ada dua sisi yang harus dipenuhi sekaligus:
1.      Perhatian terhadap daya dukung, meliputi ketenagaan, kurikulum, sarana dan prasarana, pendanaan, serta manajemen yang tangguh,
2.      Harus ada cita-cita, etos, dan semangat yang tinggi dari semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Sementara itu, menurut Fadjar, “Sebuah lembaga pendidikan Islam harus mampu meningkatkan mutu interaksi edukatif maupun komunikasi akademis secara timbale balik, baik antara kalangan intern (civitas akademika) dan masyarakat sekitarnya.
Oleh karena itu, persoalan mutu atau kualitas merupakan permasalahan yang sangat rumit. Karena, banyaknya komponen penyangga yang harus dibenahi terlebih dulu, yang nantinya akan dapat mengantarkan terwujudnya mutu pendidikan Islam sebagaimana yang menjadi harapan kita bersama. Jika komponen-komponen penyangga itu tidak diperbaiki, mutu pendidikan Islam tersebut tidak akan terealisasi meskipun semua orang mengharapkan. Dan, perbaikan terhadap komponen-komponen itu membutuhkan pengaturan dan pengelolaan yang benar dalam hal pendanaan, strategi, kesadaran bersama, perubahan system, kesempatan, dan sebagainya.
Untuk mewujudkan kualitas tersebut, sedari awal pendidikan Islam harus mempunyai misi yang bersifat teoretis dan aplikatif. Maka, pendidikan Islam harus mampu:
a.       Membebaskan akal peserta didik dari semua kekangan dan belenggu;
b.      Membangkitkan indra dan perasaan peserta didik sebagai pintu untuk berpikir; dan
c.       Membekali berbagai macam ilmu pengetahuan yang dapat membersihkan akal dan meninggikan derajat peserta didik.[15]














BAB III
PENUTUP
*      Kesimpulan
Secara terminology lembaga pendidikan Islam adalah suatu wadah, atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam, lembaga pendidikan itu mengandung konkirit berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma- norma dan peraturan-peraturan tertentu, serta penanggung jawab pendidikan itu sendiri.
Secara umum, ada beberapa hal yang menjadi substansi manajemen pengembangan lembaga pendidikan Islam, yaitu manajemen kurikulum dan manajemen personalia, manajemen peserta didik, manajemen administrasi sekolah/madrasah, manajemen sarana dan prasarana, manajemen keuangan atau pembiayaan, serta manajemen partisipasi masyarakat.
Proses manajemen yang bisa dilaksanakan dalam lembaga pendidikan Islam adalah planning, organizing, actuating, controlling (POAC)
Untuk mewujudkan kualitas atau mutu yang baik, sedari awal pendidikan Islam harus mempunyai misi yang bersifat teoretis dan aplikatif. Maka, pendidikan Islam harus mampu:
a.       Membebaskan akal peserta didik dari semua kekangan dan belenggu;
b.      Membangkitkan indra dan perasaan peserta didik sebagai pintu untuk berpikir; dan
c.       Membekali berbagai macam ilmu pengetahuan yang dapat membersihkan akal dan meninggikan derajat peserta didik.






DAFTAR PUSTAKA
Qomar, Mujamil.Manajemen Pendidikan Islam. Malang: PT Gelora Aksara Pratama.
Baharuddin, Moh Makin. 2010Manajemen Pendidikan Islam.Malang: Uin-Maliki Press.
Mutohar, Prim Masrokan. 2013. Manajemen Mutu Sekolah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Maskur,Muhammad. 2009. Pengembangan Model Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia di Pondok Pesantren Al-Ikhlas Al-Muhdlor Desa Darungan, Yosowilangun, Lumanjang, Jawa Timur. Yogyakarta.
Achmad, Maulidi. Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam, 2013, http://maulidiachmad.blogspot.com/2013/10/pengembangan-lembaga-pendidikan-islam.html, diakses: 22/02/2015, jam 20.45.




[1] Prim Masrokan Mutohar, Manajemen Mutu Sekolah, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), Hlm 29
[2] Baharuddin, Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam, (Malang: Uin-Maliki Press, 2011), Hlm 3-4
[3] Muhammad Maskur, dalam skripsi (Pengembangan Model Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia di Pondok Pesantren Al-Ikhlas Al-Muhdlor Desa Darungan, Yosowilangun, Lumanjang, Jawa Timur), (2009: Yogyakarta), hal. 20.
[4] Maulidi Achmad, Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam, 2013, http://maulidiachmad.blogspot.com/2013/10/pengembangan-lembaga-pendidikan-islam.html, diakses: 22/02/2015, jam 20.45.
[5] Baharuddin, Moh Makin, Manajemen Pendidikan Islam, (Malang: Uin-Maliki Press, 2010), hlm 57-61
[6] Ibid, hlm 61-63
[7] Ibid, hlm 71-72
[8] Ibid, hlm 74-75
[9] Ibid, hlm 83
[10] Ibid, hlm 88
[11]Ibid, hlm 90-91
[12] Prim Masrokan Mutohar, Manajemen.. hlm 40-42
[13] Ibid, hlm 45
[14] Ibid, hlm 51
[15] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Malang: PT Gelora Aksara Pratama), hlm 53

Tidak ada komentar:

Posting Komentar