MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)
Disusun Oleh :
Fatimah Azzahra Mutmainnah 12420007
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sejauh ini, pembelajaran masih
didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai fakta untuk dihapal.
Pembelajaran tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan
pengetahuan yang bersifat teoritis saja, akan tetapi bagaimana agar pengalaman
belajar yang dimiliki siswa itu senantiasa terkait dengan
permasalahan-permasalahan aktual yang terjadi di lingkungannya. Dengan
demikian, inti dari pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning)
adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan
nyata. Untuk mengaitkannya bisa dilakukan berbagai cara, selain memang materi
yang dipelajari secara langsung terkait dengan kondisi faktual, juga bisa
disiasati dengan pemberian ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media, dan
lain sebagainya, yang memang baik secara langsung maupun tidak diupayakan
terkait atau ada hubungan dengan pengalaman hidup nyata. Dengan demikian,
pembelajaran selain akan lebih menarik, juga akan dirasakan sangat dibutuhkan
oleh setiap siswa karena apa yang dipelajari dirasakan langsung manfaatnya.
Untuk memperkuat dimilikinya
pengalaman belajar aplikatif bagi siswa,
tentu saja diperlukan pembelajaran yang lebih banyak memberikan kesempatan
kepada siswa untuk melakukan, mencoba dan mengalami sendiri (learnig to do),
dan bahkan sekadar pendengar yang pasif sebagaimana penerima terhadap semua
informasi yang disampaikan guru. Oleh sebab itu, melalui model pembelajaran
kontekstual mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa
dengan mengahapal sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari
kehidupan nyata, akan lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk
mencari kemampuan bisa hidup (life skill) dari apa yang dipelajarinya.
Dengan demikian, pembelajaran akan lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan
lingkungan masyarakat (bukan dekat dari segi fisik). Akan tetapi, secara
fungsional apa yang dipelajari disekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi
dan permasalahan kehidupan yang terjadi di lingkungannya (keluarga dan
masyarakat).[1]
B.
Rumusan
Masalah
1.
Jelaskan
pengertian CTL (Contextual Teaching and Learning)?
2.
Sebutkan
komponen-komponen CTL!
3.
Apa
sajakah prinsip-prinsip dalam model pembelajaran CTL?
4.
Sebutkan
contoh aplikasi dari model pembelajaran CTL!
5.
Apa saja
kelebihan serta kekurangan yang dimiliki CTL?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian CTL (Contextual Teaching and Learning)
Berikut beberapa definisi CTL menurut para ahli[2]:
a.
Menurut
Suryanto (2002: 20-21), pendekatan pembelajaran kontekstual (contextual
teaching and learning) adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam
pembelajaran kontekstual, yaitu pembelajaran yang menggunakan pengetahuan dan
kemampuannya untuk memecahkan berbagai masalah, baik masalah nyata maupun
masalah simulasi, baik masalah yang berkaitan dengan elajaran lain di sekolah.
b.
Johnson,
menyatakan bahwa sistem CTL dalam proses pendidikan memiliki tujuan membantu
siswa melihat arti dari materi akademik yang mereka pelajari, yang mana
mengaitkan materi pelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari.
c.
Menurut
Teachnet, CTL membantu kita menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia
nyata dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sebagai anggota keluarga,
warga negara, pekerja dan membutuhkan kerja keras dalam pembelajarannya.
d.
Pembelajran
kontekstual didasarkan pada hasil penelitian Dewey (1916) yang menyimpulkan
bahwa siswa akan belajara dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yan telah diketahui dan
dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran
ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan,
mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu, baik
secara individu maupun kelompok.
e.
Trianto
(2007: 101) mengatakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
memberikan sinyal dalam implementasinya menggunakan strategi dengan menekankan
pada aspek kinerja siswa (Contextual Teaching and Learning). Jadi, dalam
hal ini peran guru hanya sebagai mediator, siswa lebih proaktif untuk
merumuskan sendiri tentang fenomena yang berkaitan dengan fokus kajian secara
kontekstual bukan tekstual. CTL merupakan suatu suatu konsepsi yang membantu
guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi nyata dan memotivasi siswa
membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja.
f.
Karweit
(1993), menambahkan bahwa dalam pembelajaran kontekstual, pembelajaran didesain
sedemikian rupa agar siswa dapat memecahkan persoalan melalui kegiatan yang
merefleksikan kejadian sebenarnya dalam kehidupan.
g.
Pendekatan
kontekstual (CTL) adalah pendekatan yang melibatkan siswa secara penuh dalam
proses pembelajaran dan didorong untuk berkreativitas mempelajari materi
pelajaran sesuai dengan topik yang akan dipelajari. Jadi, bukan hanya sekadar
belajar mendengarkan dan mencatat, melainkan belajar adalah proses
berpengalaman langsung dan diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh,
yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek
afektif dan juga psikomotor dan siswa menemukan materi sendiri materi yang
dipelajarinya.
h.
Menurut
Depdiknas (2002: 26) pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
diniliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka dan masyarakat. Pengetahuan
dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkontruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan ketika ia belajar
i.
Pembelajaran
kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten/isi
materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memaotivasi siswa membuat
hubungan pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga, warga negara dan tenaga kerja. (Brooks & Brooks, 1993: 31)
CTL adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyususn pola-pola
yang mewujudkan makna. CTL adalah sebuah sistem pembelajaran yang menghasilkan
makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari
siswa, “Isi” sebagai suatu yang dipelajari berupa pengetahuann yang hampir
tanpa batas. “Isi” harus dipelajari dalam konteks. “Konteks” biasanya disamakan
dengan lingkukan, yaitu dunia luar yang dikomunikasikan melalui pancaindra dan
ruang yang digunakan setiap hari. Konteks bermakna lebih dari sekadar
kejadian-kejadian yang terjadi di suatu tempat dan waktu. Konteks juga terdiri
dari asumsi-asumsi bawah sadar yang kita serap selama tumbuh, dari keyakinan
yang kita pegang kuat yang diperoleh melalui osmosis, dan dari nilai-nilai yang
membentuk pengertian kita tentang kenyataan.
B.
Komponen-Komponen CTL
Sistem CTL mencakup delapan komponen berikut ini[3]:
1)
Membuat
keterkaitan-keterkaitan yang bermakna
2)
Melakukan
pekerjaan yang berarti
3)
Melakukan
pembelajaran yang diatur sendiri
4)
Bekerja
sama
5)
Berpikir
kritis dan kreatif
6)
Membantu
individu untuk tumbuh dan berkembang
7)
Mencapai
standar yang tinggi
8)
Menggunakan
penilaian autentik
Dengan komponen CTL tersebut, diantaranya para siswa akan:
a.
Menjadi siswa yang dapat mengatur diri sendiri dan aktif sehingga dapat mengembangkan minat individu, maupun bekerja sendiri
dalam kelompok. Belajar lewat praktik.
b.
Membangun keterkaitan antara
sekolah dan konteks kehidupan nyata seperti bisnis dan lembaga masyarakat.
c.
Melakukan pekerjaan yang berarti: Pekerjaan yang memiliki tujuan, berguna bagi orang lain, yang
melibatkan proses menentukan pilihan, dan menghasilkan produk, nyata atau tidak
nyata.
d.
Menggunakan pemikiran tingkat tinggi yang kreatif dan kritis: Menganalisis, melakukan sintesis, memecahkan masalah, membuat
keputusan, menggunakan logika dan bukti.
e.
Bekerja sama: Membangun
siswa bekerja dengan efektif dalam kelompok; membantu mereka memahami bahwa apa
yang mereka lakukan mempengaruhi orang lain; membantu mereka berkomunikasi
dengan orang lain.
f.
Mengembangkan setiap individu: Tahu,
memberi perhatian, dan meletakkan harapan yang tinggi untuk setiap anak.
Memotivasi dan mendorong setiap siswa. Siswa tidak dapat sukses tanpa dukungan
dari orang dewasa.
g.
Mengenali dan mencapai standar tinggi: Mengidentifikasi tujuan yang jelas dan memotivasi siswa untuk
mencapainya. Menunjukkan kepada mereka cara untuk mencapai keberhasilan.[4]
C.
Prinsip-prinsip CTL
Ada tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan
oleh guru, yaitu:
1)
Kontruktivisme
(contructivism)
Kontruktivisme ,erupakan landasan berpikir (filosofi) dalam CTL,
yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.
Manusia harus membangun pengetahuan itu memberi makna melalui pengalaman yang
nyata. Batasan kontruktivisme diatas memberikan penekanan bahwa konsep bukanlah
tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman yang harus dimiliki oleh
siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap konsep atau pengetahuan yang dimiliki
siswa itu dapat memberikan ppedoman nyata terhadap siswa untk diaktualisasikan
dalam kondisi nyata.
Oleh karena itu, dalam CTL, strategi untuk membelajarkan siswa
menghubungkan antara setiap konsep dengan kenyataan merupakan unsur yang
diutamakan dibandingkan dengan penekanan terhadap seberapa banyak pengetahuan
yang harus diingat oleh siswa.
Hasil penelitian ditemukan bahwa pemenuhan terhadap kemampuan
penguasaan teori berdampak positif untuk jangka pendek, tetapi tidak memberikan
sumbangan yang cukup baik dalam waktu jangka panjang. Pengetahuan teoritis yang
bersifat hapalan mudah lepas dari ingatan seeorang apabila tidak ditunjang
dengan pengalaman nyata. Implikasi bagi guru dalam mengembangkan tahap
kontruktivisme ini terutama dituntut kemampuan untuk membimbing siswa
mendapatkan makna dari setiap konsep yang dipelajarinya.
Pembelajaran akan dirasakan memiliki makna apabila secara langsung maupun tidak langsung
berhubungan dengan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh siswa itu sendiri.
Oleh karena itu, setiap guru harus memiliki bekal wawasan yang cukup luas,
sehingga dengan wawasannya itu ia selalu dengan mudah memberikan ilustrasi,
menggunakan sumber belajar, dan media yang dapat merangsang siswa untuk aktif
dan mencari dan melakukan serta menemukan sendiri kaitan antara konsep yang dipelajari dengan
pengalamannya. Dengan cara itu, pengalaman belajar siswa akan memfasilitasi
kemampuan siswa untuk melakukan transformasi terhadap permasalahan lain yang
memiliki sifat keterkaitan, meskipun terjadi pada ruang dan waktu yang berbeda.
2)
Menemukan
(Inquiry)
Menemukan, merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui upaya
menemukan dan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta
kemampuan-kemampuan lain yang dperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat
seperangkat fakta-fakta tetapi merupakan hasil menemukan sendiri. Kegiatan
pembelajaran yang mengarah pada upaya menemukan, telah lama diperkenalkan pula dalam
pembelajaran inquiry and discovery (mencari dan menemukan). Tentu saja
unsur menemukan dari kedua pembelajaran (CTL dan inquiry and discovery)
secara prinsip tidak banyak perbedaan, intinya sama, yaitu model atau sistem
pembelajaran yang membantu siswa baik secara individu maupun kelompok belajar
untuk menemukan sendiiri sesuai dengan pengalaman masing-masing.
Dilihat dari segi kepuasan secara emosional,sesuatu hasil menemukan
sendiri nilai kepuasan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pemberian.
Beranjak dari logika yang cukup sederhana itu tampaknya akan memiliki hubungan
yang erat bila dikaitkan dengan pendekatan pembelajaran. Dimana hasil
pembelajaran merupakan hasil dan kreativita siswa sendiri, akan bersifat lebih
tahan lama diingat oleh siswa dibandingkan dengan sepenuhnya merupakan
pemberian dari guru. Untuk menumbuhkan kebiasaan siswa secara kreatif agar bisa
menemukan pengalaman belajarnya sendiri, berimplikasi pada strategi yang
dikembangkan oleh guru.
3)
Bertanya
(Questioning)
Unsur lain yang menjadi karakteristik utama CTL adalah kemampuan
dan keiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang baru dimiliki seseorang selalu
bernula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi utama CTL.
Penerapan unsur bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan
siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik
akan mendorong pada peningkatan kualiatas dan produktivits pembelajaran.
Seperti pada tahapan sebelumnya, berkembangnya kemampuan dan keinginan untuk
bertanya, sangat dipengaruhi oleh suasana pembelajaran yang dikembangkan oleh
guru. Dalam implementasi CTL, pertanyaan yang diajukan oleh guru atau siswa
harus dijadikan alat atau pendekatan untuk menggali informasi atau sumber
belajar yang ada kaitannya denga kehidupan nyata. Dengan kata lain, tugas bagi
guru adalah membimbing siswa melalui pertanyaan yang diajukan untuk mencari dan
menemukan kaitan antara konsep yang dipelajari dalam kaitan dengan kehidupan
nyata.
Melalui penerapan bertanya, pembelajaran akan lebih hidup, akan
mendorong proses dan hasil pembelajaran
yang lebih luas dan mendalam, dan akan banyak ditemukan unsur-unsur terkait
yang sebelumnya tidak terpikirkan baik oleh guru maupun oleh siswa. Oleh karena
itu, cukup beralasan jika dengsn pengembangan bertanya produktivitas
pembelajaran akan lebih tinggi karena dengan bertanya, maka: 1) Dapat menggali
informasi, baik administrasi maupun akademik; 2) Mengecek pemahaman siswa; 3)
Membangkitkan respons siswa; 4) Mengaetahui sejauh mana keingintahuan siswa; 5)
Mengetahui hal-hal yang diketahui siswa; 6) Memfokuskan perhatian siswa; 7)
Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; dan 8) Menyegarkan
kembali pengetahuan yang telah dimilki siswa.
4)
Masyarakat
Belajar (Learning Community)
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakuakan
kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Seperti
yang disarankan oleh learning community, bahwa hasil pembelajaran
dieroleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman (sharing).
Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima,
sifat ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan.
Manusia diciptakan sebagai makhluk individu sekaligus sebagai
makhluk sosial. Hal ini berimplikasi pada ada saatnya seseorang bekerja sendiri
untuk mencapai tujuan yang diharapakan, namun di sisi lain bisa melepaskan diri
ketergantungan dengan pihak lain. Penerapan learning community dalam
pembelajaran di elas akan banyak bergantung pada model komunikasi pembelajaran
yang dikembangkan oleh guru. Dimana dituntut keterampilan dan profesionalisme
guru untuk mengembangkan komunikasi banyak arah (interaksi), yaitu model
komunikasi yang bukan hanya hubungan antara guru dengan siswa atau sebaliknya,
akan tetapi secara lluas dibuka jalur hubungan komunikasi pembelajaran antara
siswa dengan siswa lainnya.
Kebiasaan penerapan dan mengembangkan masyarakat belajar dalam CTL
sangat dimungkinkan dan dibuka dengan luas memanfaatkan masyarakat belajar lain
di luar kelas. Setiap siswa semestinya dibimbing dan diarahkan untuk
mengembangkan rasa ingin tahunya melalui pemanfaatan belajar secara luas yang
tidak hanya disekat oleh masyarakat belajar di dalam kelas, akan tetapi sumber
manusia lain di luar kelas(keluarga dan masyarakat). Ketika kita dan siswa dibiasakan untuk memberikan pengalaman
yang luas kepada orang lain, maka saat itu pula kita atau siswa akan
mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dari komunitas lain.
5)
Pemodelan
(Modelling)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya permasalahan
hidup yang dihadapi serta tuntutan siswa ynga semakin berkembang dan
beranekaragam, telah berdampak pada kemampuan guru yang memilki kemampuan
lengkap, dan ini yang sulit dipenuhi. Oleh karena itu, maka kini guru bukan
lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa, karena dengan segala kelebihan dan
keterbatasan yang dimilki oleh guru akan mengalami hambatan untuk memeberikan
pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen.
Oleh karena itu, tahap pembuatan model dapat dijadikan alternatif mengembangkan
pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan
membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para guru.
6)
Refleksi
(Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau
baru saja dipelajari. Dengan kata lain refleksi adalah berpikir ke belakang
tentang apa-apa yang sudah dilakukan ldi masa lalu, siswa mengendapkan apa yang
baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan
pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa
diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan
melakukan diskusi dengan dirirnya sendiri (learning to be).
Pengatahuan yang bermakna diperoleh dari suatu proses yang bermakna
pula, yaitu melalui penerimaan, pengolahan, dan pengendapan, untuk kemudian
dapat dijadikan sandaran dalam menanggapi terhadap gejala yang muncul kemudian.
Melalui model CTL, pengalaman belajar bukan hanya terjadi dan dimilki ketika
seseorang siswa berada dalam kelas, akan tetapi jauh lebih penting dari itu
adalah bagaimana membawa pengalaman belajar tersebut ke luar dari kelas, yaitu
pada saat ia dituntut untuk menanggapi dan memecahkan permasalaha nyata yang
dihadapi ssehari-hari. Kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan pada dunia nyata yang dihadapinya akan mudah diaktualisasikan
manakala pengalaman belajara itu telah teriternalisasi dalam setiap jiwa siswa
dan disinilah pentingnya menerapkan unsur refleksi pada setiap kesempatan
pembelajaran.
7)
Penilaian
Sebenarnya (Authentic Assessment)
Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan
penilaian. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memilki fungsi
yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil
pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan
berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk
terhadap pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulnya berbagai data da
informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari penerapan penilaian, maka akan
semakin akurat pula pemahaman gurur terhadap proses dan hasil pengalaman
belajar setiap siswa.
Guru dengan cermat akan mengatahui kemajuan, kemunduran, dan
kesulitan siswa dalam belajar, dan dengan itu pula guru akan memilki kemudahan
untuk melakukan upaya-upaya perbaikan dan penyempurnaan proses bimbingan
belajar, maka penilaian tidak hanya dilakukan di akhir program pembelajaran,
akan tetapi secara integral dilakukan selama proses program pembelajaran itu
terjadi. Dengan cara tersebut, guru secara nyata akan mengetahui tingkat
kemampuan siswa yang sebenarnya.
Proses pembelajaran dengan menggunakan CTL harus mempertimbangkan
karakteristik-karakteristik: 1) Kerja sama; 2) Saling menunjang; 3) Menyenangkan
dan tidak membosankan; 4) Belajar dengan bergairah; 5) Pembelajaran
terintegrasi; 6) Menggunakan berbagai sumber; 7) Siswa aktif; 8) Sharing
dengan teman; 9) Siswa kritis guru kreatif; 10) dinding kelas dan lorong-lorong
penuh denngan hasil karya siswa (peta-peta, gambar, artikel); 11) Laporan
kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil
praktikum, karangan sisiwa, dan lain-lain. (Depdiknas, 2002:20)
Dalam pembelajarn kontekstual, program pembelajaran merupakan
rencana kegiatan kelas yang dirancang oleh guru, yaitu dalam bentuk skenario
tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswa selama berlangsungnya
proses pembelajaran. Dalam pembelajaran tersebut harus tercermin penerapan dari
ketujuh komponen CTL dengan jelas sehingga setiap guru memilki persiapan yang
utuh mengenai rencana yang akandilaksanakan dalam membimbing kegiatan
belajar-mengajar di kelas.
Secara umum, total ada perbedaan mendasar antara format program
pembelajaran konvensional seperti yang biasa dilakukan oleh guru-guru selama
ini. Adapun yang membedakannya, terletak pada deskripsi tujuan yang akan
dicapai (jelas dan operasional), sementara program pembelajaran CTL lebih
menekankan pada skenario pembelajarannya, yaitu kegiatan tahap-demi tahap yang
dilakukan oleh guru dan siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Oleh karena itu, program pembelajaran kontekstual hendaknya:
1.
Nyatakan
kegiatan utama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang
merupakan gabungan antara kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator
pencapaian hasil belajar.
2.
Rumuskan
dengan jelas tujuan umum pembelajarannya.
3.
Uraikan
secara terperinci media dan sumber pembelajaran yang akan digunakan untuk
mendukung kegiatan pembelajaran yang diharapkan.
4.
Rumuskan
skenario tahap demi tahap kegiatan yang harus dilakukan siswa dalam melakukan
proses pembelajarannya.
5.
Rumuskan
dan lakukan sistem penilaian dengan memfokuskan pada kemampuan yang sebenarnya
yang dimiliki oleh siswa baik pada saat berlangsungnya (proses) maupun setelah
siswa tersebut selesai belajar.[5]
D.
Contoh CTL
Contoh-contoh pengaitan dalam CTL di kelas:
[ Untuk mengembangkan keterampilan menulis (Maharah al-kitabah)
para pemula belajar bahasa Arab (Madrasah Ibtidaiyah), bisa dilakukan dengan guru
mengajar cara menulis huruf yang bersambung dalam bahasa Arab dengan
menggunakan benda-benda yang ada di sekitar kelas. Contoh:
Penulisan
س ketika dia bersambung menjadi سبورة
(papan tulis).
[ Untuk kelas menengah (Madrasah Tsanawiyah),
para guru meminta siswa untuk menuliskan kegiatan harian mereka. Kemudian para
siswa membca hasil tulisan tersebut di depan kelas satu persatu (Maharah
al-qiroah).
[ Di kelas yang sudah tinggi (Upward Bound), para guru
mendorong siswa untuk membaca, menulis, dan berpikir secara kritis dengan
meminta mereka fokus pada persoalan-persoalan kontroversial di lingkungan atau
masyarakat mereka. Kelas dibagi menjadi empat atau lima kelompok. Setiap
kelompok memilih seebuah persoalan kontroversia dan menelitinya. Mereka
melakukan penelitian di perpustakaan, melakukan survei lapangan, dan
mewawancarai pejabat setempat mengenai persoalan yang sedang diteliti. Mereka
menyajikan penemuan-penemuan dalam bentuk presentasi disertai foto, gambar,
diagram, dan grafik. Mereka menyampaikan penemuan-penemuan tersebut didepan
khalayak yang terdiridari teman sekelas dan para orangtua.[6]
Contoh
ini pun bisa dilakukan dalam pembelajaran bahasa Arab. Para siswa diminta untuk
mencermati persoalan kontroversial yang terjadi pada saat ini, seperti pemilu,
kampanye hitam, dll. Guru meminta para siswa untuk memberikan solusi atas
permasalahan tersebut. Hasilnya kemudian dipresentasikan di depan kelas (Maharah
al-kalam).
[ Untuk mengembangkan keterampilan mendengarkan (Maharah
al-istima’), dosen menyediakan video dari penutur asli bahasa Arab bagi
mahasiswa (misal; mahasiswa pendidikan bahaa Arab ). Kelas dibagi menjadi 7
kelompok. Para mahasiswa diminta mendengarkan dengan seksama video tersebut, dengan
tema; “masalah yang dihadapi siswa dalam pembelajaran bahasa Arab”. Guru meminta perwakilan kelompok untuk
mengemukakan gagasan mereka mengenai video tersebut. Kelompok lain meminta
menanggapi gagasan yang dipaparkan oleh kelompok sebelumnya. Kelompok lain diminta memberikan solusi atas
permasalahan yang dihadapi siswa dari video tadi. Guru meminta kelompok lain
untuk menanggapi ide tersebut, begitu seterusnya.
E.
Kelebihan dan Kekuragan CTL
Menurut Anisa (2009) ada beberapa kelebihan dalam pembelajaran CTL,
yaitu:
J Pembelajaran lebih bermakna, artinya siswa melakukan sendiri
kegiatan yang berhuubungan dengan materi yang ada sehingga siswa dapat
memahaminya sendiri.
J Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep
kepada siswa karena pembelajaran CTL menuntut siswa menemukan sendiri bukan
menghafalkan.
J Menumbuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang
materi yang dipelajari.
J Menubuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan
bertanya kepada guru.
J Menumbuhkan kemampuan dalam bekerja sama dengan teman yang lain
untuk memecahkan masalah yang ada.
J Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pembelajaran.
Menurut Dzaki (2009) kelemahan dalam pembelajaran CTL yaitu:
L Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tidak
mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena
siswa tidak mengalami sendiri.
L Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik
siswa karena harus menyesuaikan dengan kelompoknya.
L Banyak yang tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang
lainnya, karena siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain
dalam kelompoknya.[7]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
·
CTL
adalah sebuah sistem yang merangsang
otak untuk menyususn pola-pola yang mewujudkan makna. CTL adalah sebuah sistem
pembelajaran yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis
dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa.
·
Sistem
CTL mencakup delapan komponen berikut ini:
1)
Membuat
keterkaitan-keterkaitan yang bermakna
2)
Melakukan
pekerjaan yang berarti
3)
Melakukan
pembelajaran yang diatur sendiri
4)
Bekerja
sama
5)
Berpikir
kritis dan kreatif
6)
Membantu
individu untuk tumbuh dan berkembang
7)
Mencapai
standar yang tinggi
8)
Menggunakan
penilaian autentik
·
Ada
tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan oleh guru,
yaitu: kontruktivisme (contructivism), menemukan (inquiry),
bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modelling), refleksi (reflection) dan penilaian
sebenarnya (Authentic Assessment)
·
Semua
model pembelajaran yang berkembang saat ini memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing, begitupun dengan model pembelajaran CTL ini.
DAFTAR PUSTAKA
Rusman. 2012. Model-Model
Pembelajaran. Jakarta: RajaGarafindo Persada.
Suprihatiningrum, Jamil. 2012. Strategi
Pembelajaran; Teori & Aplikasi. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Elaine Johnson. 2008. Contextual
Teaching and Learning. Bandung: Mizan.
Kelebihan
dan kelemahan CTL. http://www.sekolahdasar.net/2012/05/kelebihan-dan-kelemahan-pembelajaran.html diakses tanggal 27 Mei 2014.
[1] Rusman, Model-Model
Pembelajaran, (Jakarta: RajaGarafindo Persada, 2012), hlm 191
[2] Jamil
Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran; Teori & Aplikasi,
(Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2012), hlm 176
[3] Elaine
Johnson, Contextual Teaching and Learning, (Bandung: Mizan, 2008),
hlm 65
[4] Ibid, hlm
93-95
[5] Rusman, Model-Model
Pembelajaran, (Jakarta: RajaGarafindo Persada, 2012), hlm 193-199
[6] Elaine
Johnson, Contextual Teaching and Learning, (Bandung: Mizan, 2008),
hlm 105
[7] Kelebihan
dan Kelemahan CTL, http://www.sekolahdasar.net/2012/05/kelebihan-dan-kelemahan-pembelajaran.html diakses
tanggal 27 Mei 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar