Pages

Rabu, 28 Oktober 2015

MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL)

MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)


Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOIMfn0hZy8tNo1Ou2ma4HoqtDvOJ4rYQTz6YnJvHvgPT8LzM5AFsc24YGN3ug3TkxzK2zRgBp2GIgfAMSyDX0SoXUAl3wad8cyiEP6tN-tk6nnzkxH0JkXcudb0zZScHUE-62hCW-0Fw/s280/logo+UIN+Suka.jpg

Disusun Oleh :
Fatimah Azzahra Mutmainnah      12420007



JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA

2014

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Sejauh ini, pembelajaran masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai fakta untuk dihapal. Pembelajaran tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan pengetahuan yang bersifat teoritis saja, akan tetapi bagaimana agar pengalaman belajar yang dimiliki siswa itu senantiasa terkait dengan permasalahan-permasalahan aktual yang terjadi di lingkungannya. Dengan demikian, inti dari pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata. Untuk mengaitkannya bisa dilakukan berbagai cara, selain memang materi yang dipelajari secara langsung terkait dengan kondisi faktual, juga bisa disiasati dengan pemberian ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media, dan lain sebagainya, yang memang baik secara langsung maupun tidak diupayakan terkait atau ada hubungan dengan pengalaman hidup nyata. Dengan demikian, pembelajaran selain akan lebih menarik, juga akan dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa karena apa yang dipelajari dirasakan langsung manfaatnya.
Untuk memperkuat dimilikinya pengalaman belajar aplikatif  bagi siswa, tentu saja diperlukan pembelajaran yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan, mencoba dan mengalami sendiri (learnig to do), dan bahkan sekadar pendengar yang pasif sebagaimana penerima terhadap semua informasi yang disampaikan guru. Oleh sebab itu, melalui model pembelajaran kontekstual mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan mengahapal sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan bisa hidup (life skill) dari apa yang dipelajarinya. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat (bukan dekat dari segi fisik). Akan tetapi, secara fungsional apa yang dipelajari disekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi dan permasalahan kehidupan yang terjadi di lingkungannya (keluarga dan masyarakat).[1]

B.     Rumusan Masalah
                              1.            Jelaskan pengertian CTL (Contextual Teaching and Learning)?
                              2.            Sebutkan komponen-komponen CTL!
                              3.            Apa sajakah prinsip-prinsip dalam model pembelajaran CTL?
                              4.            Sebutkan contoh aplikasi dari model pembelajaran CTL!
                              5.            Apa saja kelebihan serta kekurangan yang dimiliki CTL?












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian CTL (Contextual Teaching and Learning)
Berikut beberapa definisi CTL menurut para ahli[2]:
a.    Menurut Suryanto (2002: 20-21), pendekatan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu pembelajaran yang menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memecahkan berbagai masalah, baik masalah nyata maupun masalah simulasi, baik masalah yang berkaitan dengan elajaran lain di sekolah.
b.    Johnson, menyatakan bahwa sistem CTL dalam proses pendidikan memiliki tujuan membantu siswa melihat arti dari materi akademik yang mereka pelajari, yang mana mengaitkan materi pelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari.
c.    Menurut Teachnet, CTL membantu kita menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sebagai anggota keluarga, warga negara, pekerja dan membutuhkan kerja keras dalam pembelajarannya.
d.   Pembelajran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajara dengan baik jika apa yang dipelajari  terkait dengan apa yan telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu, baik secara individu maupun kelompok.
e.    Trianto (2007: 101) mengatakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memberikan sinyal dalam implementasinya menggunakan strategi dengan menekankan pada aspek kinerja siswa (Contextual Teaching and Learning). Jadi, dalam hal ini peran guru hanya sebagai mediator, siswa lebih proaktif untuk merumuskan sendiri tentang fenomena yang berkaitan dengan fokus kajian secara kontekstual bukan tekstual. CTL merupakan suatu suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja.
f.     Karweit (1993), menambahkan bahwa dalam pembelajaran kontekstual, pembelajaran didesain sedemikian rupa agar siswa dapat memecahkan persoalan melalui kegiatan yang merefleksikan kejadian sebenarnya dalam kehidupan.
g.    Pendekatan kontekstual (CTL) adalah pendekatan yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran dan didorong untuk berkreativitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik yang akan dipelajari. Jadi, bukan hanya sekadar belajar mendengarkan dan mencatat, melainkan belajar adalah proses berpengalaman langsung dan diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan juga psikomotor dan siswa menemukan materi sendiri materi yang dipelajarinya.
h.    Menurut Depdiknas (2002: 26) pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang diniliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka dan masyarakat. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan ketika ia belajar
i.      Pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten/isi materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memaotivasi siswa membuat hubungan pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan tenaga kerja. (Brooks & Brooks, 1993: 31)
CTL adalah sebuah sistem yang   merangsang otak untuk menyususn pola-pola yang mewujudkan makna. CTL adalah sebuah sistem pembelajaran yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa, “Isi” sebagai suatu yang dipelajari berupa pengetahuann yang hampir tanpa batas. “Isi” harus dipelajari dalam konteks. “Konteks” biasanya disamakan dengan lingkukan, yaitu dunia luar yang dikomunikasikan melalui pancaindra dan ruang yang digunakan setiap hari. Konteks bermakna lebih dari sekadar kejadian-kejadian yang terjadi di suatu tempat dan waktu. Konteks juga terdiri dari asumsi-asumsi bawah sadar yang kita serap selama tumbuh, dari keyakinan yang kita pegang kuat yang diperoleh melalui osmosis, dan dari nilai-nilai yang membentuk pengertian kita tentang kenyataan.

B.     Komponen-Komponen CTL
Sistem CTL mencakup delapan komponen berikut ini[3]:
1)      Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna
2)      Melakukan pekerjaan yang berarti
3)      Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri
4)      Bekerja sama
5)      Berpikir kritis dan kreatif
6)      Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang
7)      Mencapai standar yang tinggi
8)      Menggunakan penilaian autentik


Dengan komponen CTL tersebut, diantaranya para siswa akan:
a.      Menjadi siswa yang dapat mengatur diri sendiri dan aktif sehingga dapat mengembangkan minat individu, maupun bekerja sendiri dalam kelompok. Belajar lewat praktik.
b.      Membangun keterkaitan antara sekolah dan konteks kehidupan nyata seperti bisnis dan lembaga masyarakat.
c.       Melakukan pekerjaan yang berarti: Pekerjaan yang memiliki tujuan, berguna bagi orang lain, yang melibatkan proses menentukan pilihan, dan menghasilkan produk, nyata atau tidak nyata.
d.      Menggunakan pemikiran tingkat tinggi yang kreatif dan kritis: Menganalisis, melakukan sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, menggunakan logika dan bukti.
e.       Bekerja sama: Membangun siswa bekerja dengan efektif dalam kelompok; membantu mereka memahami bahwa apa yang mereka lakukan mempengaruhi orang lain; membantu mereka berkomunikasi dengan orang lain.
f.       Mengembangkan setiap individu: Tahu, memberi perhatian, dan meletakkan harapan yang tinggi untuk setiap anak. Memotivasi dan mendorong setiap siswa. Siswa tidak dapat sukses tanpa dukungan dari orang dewasa.
g.      Mengenali dan mencapai standar tinggi: Mengidentifikasi tujuan yang jelas dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Menunjukkan kepada mereka cara untuk mencapai keberhasilan.[4]



C.    Prinsip-prinsip CTL
Ada tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu:
1)    Kontruktivisme (contructivism)
Kontruktivisme ,erupakan landasan berpikir (filosofi) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu memberi makna melalui pengalaman yang nyata. Batasan kontruktivisme diatas memberikan penekanan bahwa konsep bukanlah tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman yang harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan ppedoman nyata terhadap siswa untk diaktualisasikan dalam kondisi nyata.
Oleh karena itu, dalam CTL, strategi untuk membelajarkan siswa menghubungkan antara setiap konsep dengan kenyataan merupakan unsur yang diutamakan dibandingkan dengan penekanan terhadap seberapa banyak pengetahuan yang harus diingat oleh siswa.
Hasil penelitian ditemukan bahwa pemenuhan terhadap kemampuan penguasaan teori berdampak positif untuk jangka pendek, tetapi tidak memberikan sumbangan yang cukup baik dalam waktu jangka panjang. Pengetahuan teoritis yang bersifat hapalan mudah lepas dari ingatan seeorang apabila tidak ditunjang dengan pengalaman nyata. Implikasi bagi guru dalam mengembangkan tahap kontruktivisme ini terutama dituntut kemampuan untuk membimbing siswa mendapatkan makna dari setiap konsep yang dipelajarinya.
Pembelajaran akan dirasakan memiliki makna  apabila secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh siswa itu sendiri. Oleh karena itu, setiap guru harus memiliki bekal wawasan yang cukup luas, sehingga dengan wawasannya itu ia selalu dengan mudah memberikan ilustrasi, menggunakan sumber belajar, dan media yang dapat merangsang siswa untuk aktif dan mencari dan melakukan serta menemukan sendiri  kaitan antara konsep yang dipelajari dengan pengalamannya. Dengan cara itu, pengalaman belajar siswa akan memfasilitasi kemampuan siswa untuk melakukan transformasi terhadap permasalahan lain yang memiliki sifat keterkaitan, meskipun terjadi pada ruang dan waktu yang berbeda.
2)    Menemukan (Inquiry)
Menemukan, merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui upaya menemukan dan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang dperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi merupakan hasil menemukan sendiri. Kegiatan pembelajaran yang mengarah pada upaya menemukan, telah lama diperkenalkan pula dalam pembelajaran inquiry and discovery (mencari dan menemukan). Tentu saja unsur menemukan dari kedua pembelajaran (CTL dan inquiry and discovery) secara prinsip tidak banyak perbedaan, intinya sama, yaitu model atau sistem pembelajaran yang membantu siswa baik secara individu maupun kelompok belajar untuk menemukan sendiiri sesuai dengan pengalaman masing-masing.
Dilihat dari segi kepuasan secara emosional,sesuatu hasil menemukan sendiri nilai kepuasan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pemberian. Beranjak dari logika yang cukup sederhana itu tampaknya akan memiliki hubungan yang erat bila dikaitkan dengan pendekatan pembelajaran. Dimana hasil pembelajaran merupakan hasil dan kreativita siswa sendiri, akan bersifat lebih tahan lama diingat oleh siswa dibandingkan dengan sepenuhnya merupakan pemberian dari guru. Untuk menumbuhkan kebiasaan siswa secara kreatif agar bisa menemukan pengalaman belajarnya sendiri, berimplikasi pada strategi yang dikembangkan oleh guru.

3)    Bertanya (Questioning)
Unsur lain yang menjadi karakteristik utama CTL adalah kemampuan dan keiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang baru dimiliki seseorang selalu bernula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi utama CTL. Penerapan unsur bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan kualiatas dan produktivits pembelajaran. Seperti pada tahapan sebelumnya, berkembangnya kemampuan dan keinginan untuk bertanya, sangat dipengaruhi oleh suasana pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Dalam implementasi CTL, pertanyaan yang diajukan oleh guru atau siswa harus dijadikan alat atau pendekatan untuk menggali informasi atau sumber belajar yang ada kaitannya denga kehidupan nyata. Dengan kata lain, tugas bagi guru adalah membimbing siswa melalui pertanyaan yang diajukan untuk mencari dan menemukan kaitan antara konsep yang dipelajari dalam kaitan dengan kehidupan nyata.
Melalui penerapan bertanya, pembelajaran akan lebih hidup, akan mendorong proses  dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan mendalam, dan akan banyak ditemukan unsur-unsur terkait yang sebelumnya tidak terpikirkan baik oleh guru maupun oleh siswa. Oleh karena itu, cukup beralasan jika dengsn pengembangan bertanya produktivitas pembelajaran akan lebih tinggi karena dengan bertanya, maka: 1) Dapat menggali informasi, baik administrasi maupun akademik; 2) Mengecek pemahaman siswa; 3) Membangkitkan respons siswa; 4) Mengaetahui sejauh mana keingintahuan siswa; 5) Mengetahui hal-hal yang diketahui siswa; 6) Memfokuskan perhatian siswa; 7) Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; dan 8) Menyegarkan kembali pengetahuan yang telah dimilki siswa.     



4)    Masyarakat Belajar (Learning Community)
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakuakan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Seperti yang disarankan oleh learning community, bahwa hasil pembelajaran dieroleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman (sharing). Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan.
Manusia diciptakan sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Hal ini berimplikasi pada ada saatnya seseorang bekerja sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapakan, namun di sisi lain bisa melepaskan diri ketergantungan dengan pihak lain. Penerapan learning community dalam pembelajaran di elas akan banyak bergantung pada model komunikasi pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Dimana dituntut keterampilan dan profesionalisme guru untuk mengembangkan komunikasi banyak arah (interaksi), yaitu model komunikasi yang bukan hanya hubungan antara guru dengan siswa atau sebaliknya, akan tetapi secara lluas dibuka jalur hubungan komunikasi pembelajaran antara siswa dengan siswa lainnya.
Kebiasaan penerapan dan mengembangkan masyarakat belajar dalam CTL sangat dimungkinkan dan dibuka dengan luas memanfaatkan masyarakat belajar lain di luar kelas. Setiap siswa semestinya dibimbing dan diarahkan untuk mengembangkan rasa ingin tahunya melalui pemanfaatan belajar secara luas yang tidak hanya disekat oleh masyarakat belajar di dalam kelas, akan tetapi sumber manusia lain di luar kelas(keluarga dan masyarakat). Ketika kita dan  siswa dibiasakan untuk memberikan pengalaman yang luas kepada orang lain, maka saat itu pula kita atau siswa akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dari komunitas lain.


5)    Pemodelan (Modelling)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya permasalahan hidup yang dihadapi serta tuntutan siswa ynga semakin berkembang dan beranekaragam, telah berdampak pada kemampuan guru yang memilki kemampuan lengkap, dan ini yang sulit dipenuhi. Oleh karena itu, maka kini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa, karena dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimilki oleh guru akan mengalami hambatan untuk memeberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh karena itu, tahap pembuatan model dapat dijadikan alternatif mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para guru.

6)    Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari. Dengan kata lain refleksi adalah berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan ldi masa lalu, siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi dengan dirirnya sendiri (learning to be).
Pengatahuan yang bermakna diperoleh dari suatu proses yang bermakna pula, yaitu melalui penerimaan, pengolahan, dan pengendapan, untuk kemudian dapat dijadikan sandaran dalam menanggapi terhadap gejala yang muncul kemudian. Melalui model CTL, pengalaman belajar bukan hanya terjadi dan dimilki ketika seseorang siswa berada dalam kelas, akan tetapi jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana membawa pengalaman belajar tersebut ke luar dari kelas, yaitu pada saat ia dituntut untuk menanggapi dan memecahkan permasalaha nyata yang dihadapi ssehari-hari. Kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada dunia nyata yang dihadapinya akan mudah diaktualisasikan manakala pengalaman belajara itu telah teriternalisasi dalam setiap jiwa siswa dan disinilah pentingnya menerapkan unsur refleksi pada setiap kesempatan pembelajaran.

7)    Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memilki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulnya berbagai data da informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari penerapan penilaian, maka akan semakin akurat pula pemahaman gurur terhadap proses dan hasil pengalaman belajar setiap siswa.
Guru dengan cermat akan mengatahui kemajuan, kemunduran, dan kesulitan siswa dalam belajar, dan dengan itu pula guru akan memilki kemudahan untuk melakukan upaya-upaya perbaikan dan penyempurnaan proses bimbingan belajar, maka penilaian tidak hanya dilakukan di akhir program pembelajaran, akan tetapi secara integral dilakukan selama proses program pembelajaran itu terjadi. Dengan cara tersebut, guru secara nyata akan mengetahui tingkat kemampuan siswa yang sebenarnya.
Proses pembelajaran dengan menggunakan CTL harus mempertimbangkan karakteristik-karakteristik: 1) Kerja sama; 2) Saling menunjang; 3) Menyenangkan dan tidak membosankan; 4) Belajar dengan bergairah; 5) Pembelajaran terintegrasi; 6) Menggunakan berbagai sumber; 7) Siswa aktif; 8) Sharing dengan teman; 9) Siswa kritis guru kreatif; 10) dinding kelas dan lorong-lorong penuh denngan hasil karya siswa (peta-peta, gambar, artikel); 11) Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan sisiwa, dan lain-lain. (Depdiknas, 2002:20)
Dalam pembelajarn kontekstual, program pembelajaran merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang oleh guru, yaitu dalam bentuk skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran. Dalam pembelajaran tersebut harus tercermin penerapan dari ketujuh komponen CTL dengan jelas sehingga setiap guru memilki persiapan yang utuh mengenai rencana yang akandilaksanakan dalam membimbing kegiatan belajar-mengajar di kelas.    
Secara umum, total ada perbedaan mendasar antara format program pembelajaran konvensional seperti yang biasa dilakukan oleh guru-guru selama ini. Adapun yang membedakannya, terletak pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sementara program pembelajaran CTL lebih menekankan pada skenario pembelajarannya, yaitu kegiatan tahap-demi tahap yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Oleh karena itu, program pembelajaran kontekstual hendaknya:
1.    Nyatakan kegiatan utama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator pencapaian hasil belajar.
2.    Rumuskan dengan jelas tujuan umum pembelajarannya.
3.    Uraikan secara terperinci media dan sumber pembelajaran yang akan digunakan untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang diharapkan.
4.    Rumuskan skenario tahap demi tahap kegiatan yang harus dilakukan siswa dalam melakukan proses pembelajarannya.


5.    Rumuskan dan lakukan sistem penilaian dengan memfokuskan pada kemampuan yang sebenarnya yang dimiliki oleh siswa baik pada saat berlangsungnya (proses) maupun setelah siswa tersebut selesai belajar.[5]

D.    Contoh CTL
Contoh-contoh pengaitan dalam CTL di kelas:
[  Untuk mengembangkan keterampilan menulis (Maharah al-kitabah) para pemula belajar bahasa Arab (Madrasah Ibtidaiyah), bisa dilakukan dengan guru mengajar cara menulis huruf yang bersambung dalam bahasa Arab dengan menggunakan benda-benda yang ada di sekitar kelas. Contoh:
Penulisan س  ketika dia bersambung menjadi سبورة (papan tulis).
[  Untuk kelas menengah (Madrasah Tsanawiyah), para guru meminta siswa untuk menuliskan kegiatan harian mereka. Kemudian para siswa membca hasil tulisan tersebut di depan kelas satu persatu (Maharah al-qiroah).
[  Di kelas yang sudah tinggi (Upward Bound), para guru mendorong siswa untuk membaca, menulis, dan berpikir secara kritis dengan meminta mereka fokus pada persoalan-persoalan kontroversial di lingkungan atau masyarakat mereka. Kelas dibagi menjadi empat atau lima kelompok. Setiap kelompok memilih seebuah persoalan kontroversia dan menelitinya. Mereka melakukan penelitian di perpustakaan, melakukan survei lapangan, dan mewawancarai pejabat setempat mengenai persoalan yang sedang diteliti. Mereka menyajikan penemuan-penemuan dalam bentuk presentasi disertai foto, gambar, diagram, dan grafik. Mereka menyampaikan penemuan-penemuan tersebut didepan khalayak yang terdiridari teman sekelas dan para orangtua.[6]
Contoh ini pun bisa dilakukan dalam pembelajaran bahasa Arab. Para siswa diminta untuk mencermati persoalan kontroversial yang terjadi pada saat ini, seperti pemilu, kampanye hitam, dll. Guru meminta para siswa untuk memberikan solusi atas permasalahan tersebut. Hasilnya kemudian dipresentasikan di depan kelas (Maharah al-kalam).
[  Untuk mengembangkan keterampilan mendengarkan (Maharah al-istima’), dosen menyediakan video dari penutur asli bahasa Arab bagi mahasiswa (misal; mahasiswa pendidikan bahaa Arab ). Kelas dibagi menjadi 7 kelompok. Para mahasiswa diminta mendengarkan dengan seksama video tersebut, dengan tema; “masalah yang dihadapi siswa dalam pembelajaran bahasa Arab”.  Guru meminta perwakilan kelompok untuk mengemukakan gagasan mereka mengenai video tersebut. Kelompok lain meminta menanggapi gagasan yang dipaparkan oleh kelompok sebelumnya.  Kelompok lain diminta memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi siswa dari video tadi. Guru meminta kelompok lain untuk menanggapi ide tersebut, begitu seterusnya.







E.     Kelebihan dan Kekuragan CTL
Menurut Anisa (2009) ada beberapa kelebihan dalam pembelajaran CTL, yaitu:
J  Pembelajaran lebih bermakna, artinya siswa melakukan sendiri kegiatan yang berhuubungan dengan materi yang ada sehingga siswa dapat memahaminya sendiri.
J  Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pembelajaran CTL menuntut siswa menemukan sendiri bukan menghafalkan.
J  Menumbuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang materi yang dipelajari.
J  Menubuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan bertanya kepada guru.
J  Menumbuhkan kemampuan dalam bekerja sama dengan teman yang lain untuk memecahkan masalah yang ada.
J  Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pembelajaran.
Menurut Dzaki (2009)  kelemahan dalam pembelajaran CTL yaitu:
L  Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tidak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa tidak mengalami sendiri.
L  Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik siswa karena harus menyesuaikan dengan kelompoknya.
L  Banyak yang tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lainnya, karena siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam kelompoknya.[7]

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
·         CTL adalah sebuah sistem yang   merangsang otak untuk menyususn pola-pola yang mewujudkan makna. CTL adalah sebuah sistem pembelajaran yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa.
·         Sistem CTL mencakup delapan komponen berikut ini:
1)      Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna
2)      Melakukan pekerjaan yang berarti
3)      Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri
4)      Bekerja sama
5)      Berpikir kritis dan kreatif
6)      Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang
7)      Mencapai standar yang tinggi
8)      Menggunakan penilaian autentik
·         Ada tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu: kontruktivisme (contructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)
·         Semua model pembelajaran yang berkembang saat ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, begitupun dengan model pembelajaran CTL ini.



DAFTAR PUSTAKA
Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: RajaGarafindo Persada.
Suprihatiningrum, Jamil. 2012. Strategi Pembelajaran; Teori & Aplikasi. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Elaine Johnson. 2008. Contextual Teaching and Learning. Bandung: Mizan.
Kelebihan dan kelemahan CTL. http://www.sekolahdasar.net/2012/05/kelebihan-dan-kelemahan-pembelajaran.html diakses tanggal 27 Mei 2014.

















[1] Rusman, Model-Model Pembelajaran, (Jakarta: RajaGarafindo Persada, 2012), hlm 191
[2] Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran; Teori & Aplikasi, (Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2012), hlm 176
[3] Elaine Johnson, Contextual Teaching and Learning, (Bandung: Mizan, 2008), hlm  65
[4] Ibid, hlm 93-95
[5] Rusman, Model-Model Pembelajaran, (Jakarta: RajaGarafindo Persada, 2012), hlm 193-199
[6] Elaine Johnson, Contextual Teaching and Learning, (Bandung: Mizan, 2008), hlm  105
[7] Kelebihan dan Kelemahan CTL, http://www.sekolahdasar.net/2012/05/kelebihan-dan-kelemahan-pembelajaran.html diakses tanggal 27 Mei 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar