Pages

Selasa, 20 Oktober 2015

ASSUNNAH DAN IJTIHAD SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA ISLAM


ASSUNNAH DAN IJTIHAD SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA ISLAM




Disusun Oleh:
1. Adam Azmi Syahroni
2. Fatimah Azzahra M.
3. Annisa Aazzahro




JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012


BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Telah sepakat ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah bahwa As-Sunnah merupakan hujjah dan salah satu sumber syari’at Islam. Sangat banyak ayat-ayat dalam Al Qur’an menunjukkan bahwa As-Sunnah merupakan hujjah. Dan ayat-ayat ini mempunyai banyak jenis, dan terkadang ayat yang satu mengandung lebih dari satu jenis atau macam,. Yang menunjukkan wajibnya beriman kepada Nabi Muhammad:

﴿ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ       وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا ﴾                                                                                         
" Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, menguatkan (agama) Nya, membesarkan-Nya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang" (QS.Al Fath:8-9)
Selain itu, didalam hadistnya Rasulullah bersabda:

عن الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ أن رسول الله  َقَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ                                                                                         

Dari ‘Irbadh bin Sariyah t bahwasanya Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda :” Saya berwasiat kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah Ta’ala, dan untuk mendengar serta taat (kepada pemimpin), walaupun (yang memerintah kalian) seorang hamba yang bersal dari Habasyah(Ethiopia), karena sesungguhnya siapa yang hidup diantara kalian sesudahku maka dia akan melihat ikhtilaf (perselisihan) yang banyak, maka hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur rosyidin, pegangilah sunnah tersebut dan gigitlah dengan gigi geraham kalian, dan jauhilah seluruh perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya segala yang baru itu bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat.
     Selain itu, mengenai ijtihad, para fuqoha boleh melakukan Ijtihad apabila dalam suatu masalah tidak ada dasar hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Dasar hukum diperbolehkannya melakukan ijtihad antara lain firman Allah Swt yang artinya :“ Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.”
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dari as-sunnah dan ijtihad?
2.      Bagaimanakah kedudukan as-sunnah dalam syariat islam?
3.      Bagaimana kedudukan ijtihad sebagai sumber ajaran islam?








BAB II PEMBAHASAN
I. TA’RIEF (DEFINISI) AS-SUNNAH

1. Menurut bahasa ( Lughoh )
سَنَّ يَسنّ سنّا،سنّة
Ditinjau dari etimologinya (bahasa) As Sunnah berarti : siroh atau thoriqoh (jalan) yang baik maupun yang buruk Allah Ta’ala berfirman:

﴿ يُرِيْدُ اللَّهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمْ وَيَهْدِيَكُمْ سُنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَيَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِي
ْمٌ ﴾

“Allah Ta’ala hendak menerangkan (hukum syari`at-Nya) kepadamu, dan menunjukimu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu dan (hendak) menerima taubatmu. Dan Allah Ta’ala Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. An Nisaa:26) Dalam tafsir Al Qurthubi disebutkan bahwa salah satu makna:

﴿ وَيَهْدِيَكُمْ سُنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ ﴾
                                                                       

Adalah:“Dia menjelaskan kepadamu jalan-jalan orang sebelummu dari ahlul hak dan batil” Tafsiran ini menunjukkan bahwa kata sunan yang merupakan bentuk jama’ dari sunnah digunakan pada yang baik maupun yang buruk, Makna menurut bahasa ini juga ditunjukkan dalam sebuah hadits :
 مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

“Barangsiapa yang melakukan di dalam Islam sunnah (jalan/contoh) yang baik maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi pahala dari orang-orang tersebut sedikit pun. Dan barangsiapa melakukan di dalam Islam jalan/contoh (sunnah) yang tidak baik maka atasnya dosa dan dosa orang-orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi dari dosa-dosa mereka sedikit pun ”

2. Menurut istilah Ulama kita berikhtilaf dalam meletakkan definisi As Sunnah sesuai dengan bidang dan disiplin ilmu mereka.
· Menurut Ulama Hadits ( Muhadditsun ) : “ Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam berupa perkataan,perbuatan, persetujuan, sifat jasmani dan akhlaq beliau; baik itu sebelum diutus maupun sesudahnya“.
· Menurut Ulama Ushul Fiqh (Ushuliyyun) : “ Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam selain dari Al Qur’an, baik itu perkataan, perbuatan, dan taqrir yang pantas dijadikan dalil untuk menetapkan hukum syar’i “ ·
Menurut Ulama Fiqh (Fuqahaa) : “ Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam dan hukumnya tidak fardhu/wajib “ ·
Menurut Ulama Aqidah : “ As Sunnah adalah segala sesuatu yang sesuai dengan Kitab(Al Quran) dan Hadits serta Ijma’ Salafil Ummah baik itu masalah aqidah maupun ibadah yang merupakan lawan dari bid’ah “

Dari keempat definisi yang telah disebutkan oleh Ulama tersebut nampak bagi kita bahwa definisi yang disebutkan oleh Ulama hadits adalah definisi yang terlengkap dan cakupannya paling luas dan definisi inilah yang kita maksudkan dalam pembahasan ini. Namun demikian, jika kita perhatikan ketiga definisi yang lain tersebut maka akan didapati bahwa setiap definisi mempunyai maksud dan sasaran tertentu yang sesuai dengan bidang dan disiplin ilmu para ulama kita.

II. KEDUDUKAN DAN FUNGSI AS-SUNNAH DALAM SYARI’AT ISLAM
Telah sepakat ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah bahwa As-Sunnah merupakan hujjah dan salah satu sumber syari’at Islam
.
Diantara dalil-dalil yang menunjukkan bahwa As-Sunnah merupakan hujjah :
Dalil Pertama :AL QUR’AN
Sangat banyak ayat-ayat dalam Al Qur’an menunjukkan bahwa As-Sunnah merupakan hujjah. Dan ayat-ayat ini mempunyai banyak jenis, dan terkadang ayat yang satu mengandung lebih dari satu jenis atau macam. Berikut ini kami sebutkan 5 jenis ayat-ayat Al Qur’an tersebut :
1. Yang menunjukkan wajibnya beriman kepada Nabi Muhammad
:yang

﴿ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ       وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا ﴾                                                                                          
" Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, menguatkan (agama) Nya, membesarkan-Nya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang" (QS.Al Fath:8-9)
2. Yang menunjukkan bahwa Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam menjelaskan isi kandungan Al Qur’an Allah Ta’ala berfirman:


﴿ بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ ﴾

"… keterangan-keterangan (mu`jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan, ( Q.S. An Nahl:44)

3. Yang menunjukkan wajibnya taat kepada Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam secara mutlak dan ketaatan kepadanya merupakan perwujudan ketaatan kepada Allah Ta’ala serta ancaman bagi yang menyelisihi dan mengubah sunnahnya Firman Allah Ta’ala :

﴿ مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا ﴾          

"Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta`ati Allah Ta’ala. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka."(QS.An Nisaa;80)
4. Yang menunjukkan wajibnya mengikuti serta beruswah kepada beliau dan mengikuti sunnahnya merupakan syarat untuk meraih mahabbatullah Firman Allah Ta’ala :

﴿ لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا ﴾                                                                                                            
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah Ta’ala dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah Ta’ala.” (Q.S. 33:21)
5. Yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala memerintahkan kepada beliau untuk mengikuti firman-Nya dan menyampaikan seluruh wahyu serta penegasan bahwa beliau telah melaksanakan perintah tersebut dengan baik . Allah Ta’ala berfirman:
﴿ وَإِنَّكَ لَتَدْعُوهُمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيم ﴾                                                      
" Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka kepada jalan yang lurus." (QS.Al Mu'minun:73)

Dalil Kedua : AL HADITS
Sebagaimana Al Qur’an, dalam Al Hadits juga sangat banyak memuat dalil-dalil yang menunjukkan bahwa As Sunnah merupakan hujjah. Dalil-dalil tersebut bisa diklasifikasikan menjadi 3 jenis :

1. Kabar yang beliau shallallahu 'alaihi wa sallam sampaikan bahwa beliau diberikan wahyu dan apa yang beliau sampaikan merupakan syari’at Allah Ta’ala, karenanya mengamalkan As Sunnah berarti mengamalkan Al Qur’an. Dan Iman tidak akan sempurna kecuali setelah mengikuti sunnahnya dan tidak ada yang bersumber dari beliau kecuali baik dan benar
.
 
عَنْ أَبِي هُرَ يْرَ ةَ أنَّ رسول اللهُ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهُ                                
“Dari Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu bahwasanya Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda :” Barangsiapa yang taat kepadaku sungguh ia telah taat kepada Allah Ta’ala dan siapa yang bermaksiat kepadaku sungguh dia telah bermaksiat kepada Allah Ta’ala…”
2. Perintah beliau untuk memegang teguh sunnahnya dan larangan beliau hanya mengambil dan mengamalkan Al Qur’an tanpa As Sunnah dan mengikuti hawa nafsu serta hanya menggunakan logika belaka.

عن الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ أن رسول الله  َقَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ                                                                                         

Dari ‘Irbadh bin Sariyah t bahwasanya Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda :” Saya berwasiat kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah Ta’ala, dan untuk mendengar serta taat (kepada pemimpin), walaupun (yang memerintah kalian) seorang hamba yang bersal dari Habasyah(Ethiopia), karena sesungguhnya siapa yang hidup diantara kalian sesudahku maka dia akan melihat ikhtilaf (perselisihan) yang banyak, maka hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur rosyidin, pegangilah sunnah tersebut dan gigitlah dengan gigi geraham kalian, dan jauhilah seluruh perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya segala yang baru itu bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat
 عن أبى رافع عن النبي قَالَ لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ مُتَّكِئًا عَلَى أَرِيكَتِهِ يَأْتِيهِ الْأَمُْ مِنْ أَمْرِي مِمَّا أَمَرْتُ بِهِ أَوْ نَهَيْتُ عَنْهُ فَيَقُولُ لَا نَدْرِي مَا وَجَدْنَا فِي كِتَابِ اللَّهِ اتَّبَعْنَاهُ                             
 ( رواه أبو داود و الترمذي و ابن ماجه)                          
- Dari Abu Rafi’ t dari Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Saya tidak ingin mendapatkan salah seorang diantara kalian yang bersandar di atas sofanya, datang kepadanya perintahku atau laranganku lalu dia berkata :”Kami tidak tahu, apa yang kami dapat di dalam Al Qur’an itulah yang kami ikuti “
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَعَنْ النَّبِيِّ قَالَ دَعُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِسُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ    عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ             
 (روه البخا ري و المسلم )                                                                                            

- Dari Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu dari Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Tinggalkanlah apa yang aku tinggalkan, karena sesungguhnya yang membinasakan orang sebelum kalian adalah pertanyaan mereka dan kedurhakaan mereka terhadap nabi-nabi mereka, maka jika aku melarang sesuatu maka tinggalkanlah dan jika aku memerintah kalian sesuatu maka laksankanlah sekemampuan kalian “

3. Perintah beliau untuk mendengarkan haditsnya, menghafalkannya, dan menyampaikannya kepada yang belum mendengarnya dan beliau menjanjikan bagi yang menyampaikannya berupa pahala yang sangat besar.
            
بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً                                         قَالَ:  عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّّ النَّبِيَ

Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash t bahwasanya Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda: ” Sampaikan dariku walaupun hanya satu ayat…”

“As Sunnah ibaratnya perahu nabi Nuh, siapa yang mengendarainya akan selamat dan siapa yang tidak mengendarainya akan tenggelam”

IJTIHAD SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM
A. Pengertian Ijtihad
1. Menurut Ahmad bin Ali al-Mugri al-Fayumi menjelaskan bahwa Itihad secara bahasa adalah : “Pengerahan kesanggupan dan kekuatan (mujtahid) dalam melakukan pencarian suatu upaya sampai kepada ujungyang ditujunya”.
2. Menurut al-Syaukani, arti ethimologi Ijtihad adalah : “Pembicaraan mengenai pengerahan kemampuan dalam pekerjaan apa saja.“
3. Menurut al-Qur’an, arti Ijtihad dalam artian jahada terdapat di dalam al-Qur’an surat al-Nahl ayat 38, surat al-Nur ayat 53 dan surat Fathir ayat 42. Semua kata itu berarti pengerahan segala kemampuan dam kekuatan (badzl al-wus’I wa al-thaqoh), atau juga berarti berlebihan dalam besumpah (al-mubalaghat fi al-yamin).
4. Menurut al-Sunnah, kata Ijtihad terdapat sabda nabi yang artinya “pada waktu sujud, bersungguh-sungguhlah (yajtahid) pada sepuluh hari terakhir (bulan ramadhan).
5. Menurut para ulama pengertian Ijtihad secara bahasa mempunyai pendapat yang sama tetapi istilah yang meliputi hubungan Ijtihad dengan fiqih, Ijtihad dengan al-Qur’an, Ijtihad dengan al-Sunnah, dan Ijtihad dengan dalalah nash.
6. Menurut Abu Zahirah, secara istilah, arti Ijtihad adalah “Upaya seorang ahli fiqih dengan kemampuannya dalam mewujudkan hukum-hukum amaliah yang diambil dari dalil-dalil yang rinci.
7. Menurut al-Amidi Ijtihad adalah “Pengerahan segala kemampuan untuk menentukan sesuatu yang Zhanni dari hukum-hukum syara.
8. Menurut Ibrahim Hosen bahwa cakupan Ijtihad hanyalah bidang fiqih, dan pendapat yang menyatakan bahwa Ijtihad secara istilah juga berlaku dibidang akidah atau akhlak, jelas tidak bisa dibenarkan.
9. Menurut Harun Nasution, pengertian Ijtihad hanya dalam lapangan fiqih adalah Ijtihad dalam pengertian sempit. Dalam arti luas, menurutnya, Ijtihad juga berlaku dalam bidang politik, akidah, tasawuf, dan filsafat.
10. Ahli tahqiq mengemukakan bahwa ijtihad adalah qiyas untuk mengeluarkan ( istinbat ) hukum dari kaidah-kaidah syara’ yang umum.
11. Hasby Ash-Sidiqy mengemukakan bahwa ijtihad adalah :”menggunakan segala kemampuan untuk mencari suatu hukum dengan hukum Syara’ dengan jalan zhan.
12. Adapun ijtihad dalam keputusan hakim (pengadilan) adalah jalan yang diikuti hakim dalam menetapan hukum, baik yang berhubungan dengan teks undang-undang maupun dengan menginstinbatkan hukum yang wajib ditetapkan ketika ada nash.
Jadi kesimpulan dari pengertian Ijtihad adalah mencurahkan segala kemampuan intelektual untuk memperoleh hukum syara’ dari dalil – dalilnya.
B. Dasar Hukum Ijtihad
Para fuqoha boleh melakukan Ijtihad apabila dalam suatu masalah tidak ada dasar hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Dasar hukum diperbolehkannya melakukan ijtihad antara lain firman Allah Swt yang artinya :“ Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.”
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa orang yang berada jauh dari Masjidil Haram, apabila akan shalat dapat mencari dan menentukan arah itu melalui ijtihad dengan mencurahkan akal dan pikirannya berdasarkan indikasi atau tanda-tanda yang ada.
Dalam sebuah hadits Nabi juga dijelaskan Mu’adz bin Jabal ketika diutus menjadi gubernur di Yaman pernah berijtihad dalam memutuskan suatu perkara. Ketika itu Mu’adz ditanya nabi Muhammad SAW :
“ Dengan apa engkau menjatuhakan hukum ?” Mu’adz menjawab,” Dengan kitab Allah (al-Qur’an) jawab Mu’adz “ Rasulullah bertanya lagi “ Kalau engkau tidak dapat keterangan dari Al-Qur’an ?“ Saya menggalinya dari sunnah Rasul.” Rasulullah pun bertanya, “ Kalau engkau tidak mendapati, keterangan dalam sunnah Rasululloh SAW.?”Mu’adz menjawab,” Saya akan berijtihad dengan akal saya dan tidak akan berputus asa. Rasulullah menepuk pundak Mu’adz bin Jabal menandakan persetujuannya.
Nabi Muhammad SAW.memberikan izin kepada orang yang hendak melakukan ijtihad, bahkan Nabi memberikan dorongan kepada mereka. alau ijtihad itu dilakukan tepat mengenai sasaran maka orang yang berijtihad mendapat dua pahala, apabila tidak dia mendapat satu pahala. Nabi Saw. Bersabda: ”Hakim apabila berijtihad kemudian dapat mencari kebenaran, maka ia mendapat dua pahala . Apabila ia berijtihad kemudian ia tidak mencapai kebenaran, maka ia mendapat satu pahala ( HR. Bukhori dan Muslim )
Berdasarkan ayat dan hadits tersebut, maka ulama membagi hukum ijtihad dalam tiga macam sebagai berikut :
a. Wajib ‘Ain , bagi seseorang yang ditanya tentang satu peristiwa yang hilang sebelum diketahui hukumnya. Begitu pula apabila peristiwa tersebut dialami sendiri oleh seseorang dan ia ingin mengetahui hukumnya.
b. Wajib Kifayah, bagi seseorang yang ditanya tentang suatu peristiwa yang tidak dikhawatirkan akan hilang sementara mujtahid lain selain dirinya.
c. Sunnah, yaitu ijtihad terhadap suatu peristiwa yang belum terjadi baik ditanyakan atau tidak .
Dr. Muhammad Madkur di dalam kitabnya Manahiju al-Ijtihad Fi Al-Islam menjelaskan bahwa ijtihad dan berijtihad hukumnya adalah wajib bagi yang telah mengetahui keahlian dan memenuhi syarat-syarat ijtihad.
C. Kedudukan dan fungsi Ijtihad
Kedudukan ijtihad merupakan sumber hukum yang ketiga setelah Al – Qur’an dan As-Sunah. Berijtihad itu sangat berguna sekali untuk mendapatkan hukum syara’ yang dalilnya tidak terdapat dalam Al – Qur’an maupun hadits dengan tegas.
Ditinjau dari fungsi ijtihad, ijtihad itu perlu dilaksanakan :
a. Pada suatu peristiwa yang waktunya terbatas, sedangkan hukum syara’ yang mengenai peristiwa sangat diperlukan, dan juga tidak segera ditentukan hukumnya, maka dikhawatirkan kesempatan menentukan hukum itu akan hilang .
b. Pada suatu peristiwa diperlukan hukum syara’ di suatu daerah yang terdapat banyak para ahli ijtihad, sedang waktu peristiwa itu tidak mendesak maka hal yang semacam itu perlu adanya ijtihad, karena dikhawatirkan akan terlepas dari waktu yang ditentukan.
c. Terhadap masalah-masalah yang belum terjadi yang akan kemungkinan nanti akan diminta tentang hukum masalah-masalah tersebut, maka untuk ini diperlukan ijtihad.
D. Macam-macam Ijtihad
Secara garis besar ijtihad dibagi kedalam dua bagian, yaitu ijtihad Fardhi dan Jami’i.
a. Ijtihad fardhi adalah : ”Setiap ijtihad yang dilakukan oleh perseorangan atau beberapa orang, namun tidak ada keterangan bahwa semua mujtahid lain menyetujuinya dalam suatu perkara ( Tasyri’ Islami: 115)
Ijtihad yang semacam inilah yang pernah dibenarkan oleh Rasul kepada Mu’adz ketika Rasul mengutus beliau untuk menjadi qodhi di Yaman.
a. Ijtihad Jami’i adalah : ”Semua ijtihad dalam suatu perkara yang disepakati oleh semua mujtahidin.” ( Ushulu Tasyri’ :116 )
Ijtihad semacam ini yang dimaksud oleh hadits Ali bin Abi Thalib pada waktu beliau menanyakan kepada Rasul tentang suatu urusan yang menimpa masyarakat yang tidak diketemukan hukumnya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Ketika itu Nabi bersabda : ”Kumpulkanlah orang-orang yang berilmu dari orang-orang mukmin untuk memecahkan masalah itu dan jadikanlah hal itu masalah yang dimusyawarahkan diantara kamu dan janganlah kamu memutuskan hal itu dengan pendapat orang seorang.” ( H.R. Ibnu Abdil Barr )
Disamping itu, Umar bin Khatab juga pernah berkata kepada Syuraikh : ”Dan bermusyawarahlah ( bertukar pikiran ) dengan orang-orang yang saleh.”

As Sunnah merupakan senjata utama dalam menghadapi musuh-musuh Ad Dien ini terutama mereka dari kalangan ahlul bid’ah yang tidak mampu menghafal dan memahami sunnah ini sehingga mereka hanya mengandalkan logika-logika belaka dalam upaya menghancurkan serta merusak eksistensi Ad Dien yang mulia ini. Simaklah dua wasiat agung dari sahabat yang mulia Amirul Mukminin Umar bin Khaththob :

1- « إِيَّاكُم وَ أَصحَابَ الرَّأيِ فَإِنَّهُم أَعدَاءُ السُّنَّةِ أَعيَتهُمُ الأَحَادِيثُ أَن يَحفَظُوهَا فَقَاُلُوا بِالرَّأيِ فَضَلُّوا وَ أَضَلُّوا                                                                                          »

Artinya:”Hati-hati kalian terhadap ashabur ro’yi(orang-orang yang menuhankan akalnya) sesungguhnya mereka adalah musuh-musuh sunnah,mereka tidak mampu menghafal hadits-hadits sehingga mereka hanya berbicara berdasarkan logika belaka, maka mereka sesat lagi menyesatkan
2- » إِ نَّهُ سَيَأْتِي نَاسٌ يُجَادِلُونَكُمْ بِشُبُهَاتِ الْقُرْآنِ فَخُذُوهُمْ بِالسُّنَنِ فَإِنَّ أَصْحَابَ السُّنَنِ أَعْلَمُ بِكِتَابِ اللَّهِ                                                                                                  

“Sesungguhnya akan datang sekelompok manusia yang mendebatmu dengan membawa syubhat-syubhat Al Quran (ayat-ayat yang mutasyabihat) , maka hadapilah mereka dengan sunnah-sunnah Rasulullah r karena sesungguhnya ashabus sunnah (orang yang berpegang teguh kepada As Sunnah) adalah orang yang paling memahami Al Quran” Imam Malik rahimahulloh juga mengingatkan kita dengan pesan penutup ini,

                                        « السنَّة سَفينةُ نوح مَن رَكبَها نجَا ومَن تَخَلّفَ عنَها غَرِقَ »


PENUTUP
Puji syukur ke Hadirat Allah Swt. yang telah memberikan segala kenikmatan baik nikmat Iman maupun Islam dan sehat wal’afiyat sehingga kami dapat meyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda alam, yakni Nabi Muhammad Saw. beserta keluarga-Nya , sahabat-Nya, dan kita sebagai umat-Nya.
Kami sebagai penyusun makalah ini mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikanya makalah ini, terutama kepada dosen mata kuliah Pengantar Studi Islam(PSI) yang telah memberikan sebagian ilmunya untuk penyusunan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi amal shaleh bagi seluruhnya. Amin.
KESIMPULAN
        As-sunnah dan ijtihad merupakan sumber ajaran islam setelah al-quran. Hal ini dapat kita lihat dari al-quran, tentang as-sunnah: yang menunjukkan wajibnya taat kepada Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam secara mutlak dan ketaatan kepadanya merupakan perwujudan ketaatan kepada Allah Ta’ala serta ancaman bagi yang menyelisihi dan mengubah sunnahnya Firman Allah Ta’ala :

﴿ مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا ﴾          

"Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta`ati Allah Ta’ala. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka."(QS.An Nisaa;80)
             Selain itu, Ijtihad dalam artian jahada terdapat di dalam al-Qur’an surat al-Nahl ayat 38, surat al-Nur ayat 53 dan surat Fathir ayat 42. Semua kata itu berarti pengerahan segala kemampuan dam kekuatan (badzl al-wus’I wa al-thaqoh), atau  juga berarti berlebihan dalam besumpah (al-mubalaghat fi al-yamin).



DAFTAR PUSTAKA
1. Hujjiyah As Sunnah; Al ‘Allamah DR.Abdul Ghani Abdul Kholiq Cet.II,Thn 1413 H. Daarul Wafaa,Mesir
2. As Sunnah Wa Makanatuha Fii At Tasyri’ Al Islami;DR.Mushtafa As Siba’i Cet.IV,Thn 1405 H. Al Maktab Al Islami, Beirut-Libanon
3. Tafsir Al Baghawi(Ma’alimut Tanzil); Al Imam Husain bin Mas’ud Al Baghawi Tahqiq:Muhammad Abdullah An Namir dkk Cet.III.Thn.1416 H, Daar Ath Thoyyibah,Riyadh-Saudi Arabia
4. Tadwin As Sunnah An Nabawiyyah; DR.Muhammad bin Mathor Az Zahroni Cet.I,Thn.1417 H. Daar Al Hijroh,Riyadh-Saudi Arabia
5. Miftahul Jannah Fi Al Ihtijaj Bi As Sunnah; Al Imam Jalaluddin As Suyuthi Tahqiq: Mushtafa Abd.Qadir Atho Cet.I,Thn.1407 H, Daar Al Kutub Al Islamiyyah,Beirut-Libanon
6. Tahqiq Ma’na As Sunnah; As Sayyid Sulaiman An Nadwi Takhrij wa Ta’liq: Asy Syaikh Al Albani dll Cet.I.Thn 1411 H.Al Maktab Al Islami,Beirut-Libanon
7. Al Adhwaa As Saniyyah ‘Ala Madzahib Rafidhi Al Ihtijaj Bi As Sunnah; DR.Umar Sulaiman Al Asyqar Cet.I,Thn.1419 H.Daar An Nafaais-Yordania
8. Taqyid Al Ilmi; Al Imam Khothib Al Baghdadi Tahqiq:Yusuf Al ‘Isy Cet.II, Thn.1974 M. Daar Ihyaa As Sunnah An Nabawiyyah
9. Manzilah As Sunnah Fi Al Islam; Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Cet.III-Thn.1400 H, Ad Daar As Salafiyyah-Kuwait
10.Ar Risalah; Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i Tahqiq:Asy Syaikh Ahmad Syakir Daar Al Kutub Al Ilmiyyah,Beirut-Libanon
11 Raf’ul Malaam An Aimmatil A’laam; Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Tahqiq: Zuhair Syawisy Cet. III, Al Maktab Al Islami,Beirut-Libanon
12. Jami’ Al Ulum wa Al Hikam; Imam Ibnu Rajab Al Hanbali Tahqiq: Syu’aib Al Arnouth dan Ibrahim Bajis Cet. IV-Thn 1413 H, Muassasah Ar Risalah-Beirut
13. Al Hujjah Fii Bayan Al Mahajjah; Al Imam Abul Qasim Al Ashbahani Tahqiq : Asy Syaikh Muhammad bin Mahmud Abu Ruhayyim Cet. I-Thn. 1411 H, Daar Ar royah- Riyadh
14. Sunan Ad Darimi; Imam Ad Darimi Tahqiq: Dr. Mushtafa Al Bugha Cet.II-Thn.1417 H, Daar Al Qalam –Dimasyq
15. Al Faqih wa Al Mutafaqqih; Al Imam Al Khathib Al Baghdadi Tahqiq: Adil bin Yusuf Al Azazi Cet.I-Thn. 1417 H, Daar Ibn al Jauzi- Ad Dammam (KSA)
16. Jami’ Bayan Al Ilmi wa Fadhlihi; Al Imam Ibnu Abd. Barr Tahqiq: Abul Asybal Az Zuhairi Cet. I-Thn. 1414 H Daar Ibnul Jauzi-Ad Dammam(KSA)
17. Al Kifayah fi ‘Ilmi Ar Riwayah; Al Imam Al Khathib Al Baghdadi Tahqiq : DR. Ahmad Umar Hasyim Cet. II-Thn 1406 H, Daar Al Kitab Al ‘Araby – Beirut
18. Ahadits fi Dzammil Kalam wa Ahlihi; Abul Fadhl Al Muqry’ Tahqiq : DR. Nashir Al Judai’ Cet I-Thn 1996 M, Daar Al Athlas- Ar Riyadh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar