Pages

Jumat, 12 Oktober 2012

Siapa Manusia Paling Baik, Bertakwa dan Berkecukupan?


رُوِيَ عَنْ عَليِّ بنِ الحُسَينِ (عليهما السلام) قَالَمَنْ عَمِلَ بِمَا افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَهُوَ مِنْ خَيْرِ النَّاسِ وَ مَنِ اجْتَنَبَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَهُوَ مِنْ أَعْبَدِ النَّاسِ وَ مِنْ أَوْرَعِ النَّاسِ وَ مَنْ قَنِعَ بِمَا قَسَمَ اللَّهُ لَهُ فَهُوَ مِنْ أَغْنَى النَّاسِ.
 
Diriwayatkan Imam Ali Zainal Abidin as berkata: "Barang siapa mengamalkan apa yang diwajibkan oleh Allah kepadanya, maka dia termasuk manusia terbaik, dan barang siapa menjauhkan diri dari apa yang diharamkan oleh Allah kepadanya, maka dia termasuk manusia yang paling menghamba dan paling wara' (bertakwa), dan barang siapa yang merasa cukup dengan apa yang telah ditetapkan Allah untuknya, maka dia termasuk manusia paling berkecukupan."

Ayatullah Mojtaba Tehrani menjelaskan, "Hadis ini dinukil oleh Abu Hamzah Tsumali. Imam Ali Zainal Abinin dalam riwayat ini memperkenalkan manusia yang terbaik di dunia, yaitu orang yang melaksanakan kewajiban dan tugasnya seperti yang telah ditentukan oleh Allah. Dengan demikian, Imam mendefinisikan manusia terbaik tidak seperti yang ada di otak saya dan kalian. Manusia yang baik adalah yang mengerjakan tugas dan kewajibannya, yang melunasi utang-utangnya di hadapan Allah. Seperti itulah manusia yang baik."

"Jika dalam bagian tadi disebutkan hal yang berkaitan dengan awamir atau perintah, maka selanjutnya Imam menjelaskan tentang nawahi atau larangan-larangan. Bahwa orang yang menjauhkan diri dari apa saja yang diharamkan oleh Allah Swt maka dia termasuk manusia yang paling menghamba dan paling wara' (bertakwa). Dalam riwayat, Imam tidak menyebutkan bahwa manusia itu adalah hamba, melainkan yang paling menghamba. Mengapa Imam tidak menyebutkan, «مِنْ أَتقی النَّاس» yang artinya orang yang paling bertakwa. Karena derajat wara' lebih tinggi dari takwa."

"Berikutnya, jika seseorang ridho atas apa yang telah ditetapkan Allah Swt untuknya, maka dia termasuk manusia yang paling berkecukupan. Berkecukupan yang disebutkan oleh Imam dalam riwayat ini adalah masalah batin, bukan lahiriyah. Bagaimana kita mengartikan kecukupan itu? Kita selalu mengaitkan berkecukupan itu dengan masalah-masalah lahiriyah seperti uang dan kekayaan. Akan tetapi Imam mengartikannya berbeda."

"Dalam agama, berkecukupan adalah sebuah kondisi batin, yaitu ketika manusia merasa tidak memerlukan apapun dari makhluk dan dia hanya bergantung kepada Allah swt. Karena hanya Allah Swt Yang Maha Kaya. Inilah yang membuat manusia merasakan ketenangan jiwa. Ketika itu dia tidak akan kebingungan mengetuk pintu sana-sini. Merasa berkecukupan adalah sebuah kondisi batin karena jika tidak orang kaya pun selalu membutuhkan."

sumber: irib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar